Merujuk data LaporCovid-19, ada 2.032 tenaga kesehatan Indonesia meninggal dunia akibat Covid-19, hingga Jumat (22/10). Kebanyakan dari mereka yang meninggal adalah dokter, dengan jumlah 730. Sementara perawat di Indonesia yang meninggal akibat Covid mencapai 670.
Covid: Sekitar 180.000 nakes di seluruh dunia meninggal akibat virus corona, 2.000 di antaranya dari Indonesia
WHO mengestimasi ada sekitar 80,000 hingga 180,000 tenaga kesehatan di seluruh dunia meninggal akibat Covid pada periode Januari 2020 hingga Mei 2021. Adapun di Indonesia, hingga Jumat (22/10), ada lebih dari 2.000 tenaga kesehatan meninggal dunia akibat terpapar virus corona, menurut data LaporCovid19. Kebanyakan dari mereka adalah dokter dan perawat.
Selain Rachel Vennya, 6 WNI dari India Juga Pernah Dibantu Kabur dari Karantina
Liputan6.com, Jakarta –?Laman website laporcovid19.org mengingatkan kembali bahwa kasus kaburnya seseorang dari?karantina?Covid-19 usai melakukan perjalanan ke luar negeri bukan hanya terjadi pada?selebgram Rachel Vennya. Ada pula enam WNI yang dibantu lolos usai kembali dari India pada April 2021 lalu.
Selain Rachel Vennya, 6 WNI dari India Juga Pernah Suap Petugas agar Lolos Karantina
Merdeka.com -?Laman website laporcovid19.org mengingatkan kembali bahwa kasus kaburnya seseorang dari karantina Covid-19 usai melakukan perjalanan ke luar negeri bukan hanya terjadi pada selebgram Rachel Vennya. Ada pula enam WNI yang dibantu lolos usai kembali dari India pada April 2021 lalu.
Rachel Vennya Dibantu Kabur dari Karantina, Dinilai Bukti Pengawasan Lemah
Liputan6.com, Jakarta –?Laman website LaporCovid19.org turut menyoroti pelanggaran terhadap kewajiban karantina sebagai bagian dari proses pencegahan penularan Covid-19. Seperti yang dilakukan selebgram?Rachel Vennya?dan pacarnya, Salim Nauderer.
Lapor Covid-19 Sarankan Pemerintah Bangun Komunikasi Risiko yang Baik untuk Hadapi Pandemi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lapor Covid-19 melihat komunikasi risiko yang seharusnya diinformasikan oleh pemerintah cenderung bermasalah.
Petugas Bantu Warga Kabur dari Karantina, Bukti Pengawasan Lemah
SIARAN PERS
Petugas Bantu Warga Kabur dari Karantina, Bukti Pengawasan Lemah
Saat pandemi Covid-19 belum berakhir, pelanggaran terhadap kewajiban karantina kembali terulang. Kali ini, selebgram Rachel Vennya dan Salim Nauderer kabur dari karantina setelah dari Amerika Serikat yang diduga dibantu salah satu anggota TNI. Kasus ini tidak hanya melanggar hukum dan menunjukkan kelalaian pemerintah menegakkan aturan karantina, tetapi juga membahayakan kesehatan publik.
Karantina kesehatan wajib dilakukan setiap individu yang bepergian dari luar negeri untuk memitigasi risiko transmisi virus (UU Kekarantinaan Kesehatan, 2018; WHO, 2021; Chen, et. al, 2021; ECDC EASA, 2021). Meski sudah banyak aturan tentang karantina, pelanggaran masih tetap terjadi. Dalam kasus Rachel dan Salim, setidaknya ada tiga pelanggaran. Aturan yang diabaikan, yakni dugaan keterlibatan TNI, lokasi karantina, juga durasi karantina yang tidak sesuai dengan prosedur.
Dugaan keterlibatan salah satu anggota TNI pengamanan Bandara Soekarno Hatta dalam membantu Rachel dan Salim sudah melanggar tugas TNI yang bertanggung jawab atas pemantauan, pengendalian dan evaluasi dalam pemberlakukan karantina. Rachel dan Salim juga mestinya melakukan karantina dengan biaya sendiri, bukan di Wisma Atlet Pademangan milik pemerintah. Fasilitas itu ditujukan bagi pekerja migran Indonesia, pelajar atau mahasiswa yang mengikuti pendidikan atau tugas belajar dari luar negeri dan juga pemerintah yang kembali setelah perjalanan dinas. Ini sesuai dengan Addendum SE Nomor 8/2021.
Selain itu, mereka hanya menjalani karantina di Wisma Atlet Pademangan selama 3 x 24 jam. Ini tidak sesuai dengan SE Satgas Covid 19 Nomor 18/2021 yang mengatur waktu karantina 8 x 24 jam. Mulai 14 Oktober 2021, diberlakukan aturan sesuai dengan Surat Edaran No. 20 Tahun 2021 yang mana masa karantina setelah perjalanan adalah 5×24 jam.
Namun, ini bukan pertama kali beberapa warga kabur dari kewajiban karantina. Pada bulan April lalu, 6 WNI dari India menyuap petugas bandara Rp.6.500.000 agar lolos dari karantina. Pada bulan yang sama, ditemukan sejumlah WNA yang berkeliaran meski tengah menjalani karantina di salah satu apartemen di Jakarta.
Lemahnya sistem pengawasan dan adanya pihak yang bertindak curang memicu orang-orang, seperti Rachel lolos dari pengaturan karantina. Hal ini juga menunjukkan, pemerintah Indonesia masih belum tegas menerapkan aturan di lapangan dan tembang pilih dalam menegakkan aturan.
Padahal, karantina kesehatan yang sesuai prosedur penting untuk mencegah masuknya virus penyebab Covid-19 maupun varian baru lainnya. Menurut UU Kekarantinaan Kesehatan No. 6/2018, karantina digunakan untuk menangkal tersebarnya varian/penyakit baru (dalam hal ini Covid19) atau memperparah penyebaran penyakit yang sudah ada dan menimbulkan kedaruratan kesehatan atau mengeruhkan suasana. Pemberlakukan karantina setelah pulang dari luar negeri juga mencegah penularan virus dari kasus yang tidak terdeteksi (kasus false negative ataupun penularan yang terjadi selama penerbangan) di antara wisatawan lintas batas (ECDC EASA, 2021; Christidis dan Christodoulou, 2020).
European Centre Disease Control atau ECDC (2021) menyimpulkan bahwa karantina efektif 51,3% jika dijalankan selama 7 hari, 68,8% selama 10 hari dan 78,0% jika dilaksanakan 14 hari penuh. Artinya, semakin singkat masa karantina, semakin kecil pula efektivitasnya dalam menangkal laju penularan penyakit, termasuk Covid-19.
Dengan demikian, pemerintah harus menjatuhkan sanksi tegas agar menimbulkan efek jera, baik bagi para pelaku dan petugas yang menyelewengkan proses karantina. Pemerintah juga perlu meningkatkan monitoring dan evaluasi baik dari segi peraturan maupun implementasi di lapangan sekaligus pengawasan terhadap para pelaku perjalanan internasional.
Pengawasan juga harus dilakukan kepada petugas yang bertanggung jawab dalam memantau, mengendalikan, dan mengevaluasi karantina tersebut. Apalagi, Bali sejak 14 Oktober 2021 telah membuka penerbangan internasionalnya. Maka, aturan di lapangan harus diimplementasikan dengan tegas. Jika tidak, pandemi covid-19 di Indonesia bisa kembali memburuk.
Referensi:
Chen Z, Yu M, Wang Y, Zhou L. 2021.The effect of the synchronized multi-dimensional policies on imported COVID-19 curtailment in China. PLoS ONE 16(6): e0252224. https://doi.org/ 10.1371/journal.pone.0252224
Christidis, Panayotis dan Christodoulou, Aris. 2020. The Predictive Capacity of Air Travel Patterns during the Global Spread of the COVID-19 Pandemic: Risk, Uncertainty and Randomness. Int. J. Environ. Res. Public Health. 17, 33-56;
European Centre for Disease Prevention and Control and European Union Aviation Safety Agency (ECDC EASA). 2020. Guidelines for COVID-19 testing and quarantine of air travellers Addendum to the Aviation Health Safety Protocol. 2 December 2020.
World Health Organization (WHO). 2021. Technical considerations for implementing a risk-based approach to international travel in the context of COVID-19 Interim guidance Annex to Policy considerations for implementing a risk-based approach to international travel in the context of COVID-19.
Ini 3 Alasan Mengapa Warga Indonesia Masih Tolak Vaksinasi COVID-19
INDOZONE.ID -?Hingga saat ini, masih ada saja yang menolak untuk melakukan vaksinasi COVID-19. Penolakan ini pun setelah ditelusuri, ada tiga alasan yang mendasarinya. Apa saja?
LaporCovid-19 Minta Vaksinasi Prioritaskan Masyarakat Rentan
Jakarta, Beritasatu.com?- Co-Lead Koalisi Warga untuk?LaporCovid-19,?Irma Hidayana?mengatakan, pencapaian cakupan?vaksinasi Covid-19?Indonesia sudah luar biasa banyak, namun jangan dilihat hanya dari angkanya saja tetapi harus mencermati sasaran penerima vaksinasi. Dalam hal ini, Irma menyarankan pemerintah untuk memprioritaskan kelompok rentan untuk memperoleh vaksinasi.