SIARAN PERS

Penghapusan Indikator Jumlah Kematian: Bukti Nyata Serampangan Mengelola Data dan Penanganan Covid-19, dan Merupakan Perbuatan Melanggar Hukum

Pada Senin, 9 Agustus 2021, Luhut Pandjaitan selaku Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi merangkap sebagai Koordinator PPKM Darurat di Jawa dan Bali mengumumkan perpanjangan PPKM Level 4 di Jawa dan Bali hingga 16 Agustus 2021. Pemerintah juga menyatakan mengeluarkan angka kematian dari indikator penanganan Covid-19 karena adanya masalah dalam input data yang disebabkan akumulasi dari kasus kematian di beberapa minggu sebelumnya. Dengan dihilangkannya indikator kematian tersebut, terdapat 26 kabupaten/kota yang turun statusnya menjadi PPKM level 3. Luhut mengklaim pelaksanaan PPKM level 4 sukses menurunkan angka kasus Covid-19 sebesar 59,6 persen dari puncak kasus di 15 Juli 2021.

Keputusan menghapuskan angka kematian sebagai indikator penanganan covid-19 diambil ketika terjadi peningkatan angka kematian yang signifikan. Data Satgas Covid-19 menunjukan selama PPKM level 4, angka kematian masih berkisar di 1.300-1.500 kasus. Pada 10 Agustus 2021 bahkan penambahan kasus kematian mencapai 2.048 kasus, menyerupai jumlah tertinggi pada puncak penyebaran di bulan Juli 2021 dan tertinggi di dunia. Data tersebut bahkan masih diragukan mengingat menurut catatan LaporCovid-19 per akhir Juli lalu, setidaknya terdapat 19.000 kematian pasien Covid-19 yang tidak tercatat dalam data Satgas.

Angka kematian adalah informasi yang sangat penting untuk menunjukan fatalitas dari virus Covid-19 yang menyebar pada wilayah dan waktu tertentu, apalagi saat ini kita berhadapan dengan berbagai varian mutasi Covid-19 dengan dampak yang beragam. Informasi ini penting untuk dikelola dengan baik, bersifat obyektif, dapat dipercaya dan paling penting adalah bersifat terbuka. Prinsip ini sejalan dengan panduan penanganan Covid-19 WHO dan bahkan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 yang ditetapkan sendiri oleh pemerintah melalui Menteri Kesehatan. Lebih mendasar dari itu, dihilangkannya angka kematian dalam data penanggulangan Covid-19 merupakan pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 Tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (PP Nomor 40 Tahun 1991).

Koalisi Masyarakat.Untuk Hak Atas Kesehatan mendang bahwa keputusan tersebut menunjukan betapa serampangannya pemerintah dalam mengelola data Covid-19. Ini adalah bentuk memanipulasi pengetahuan publik mengenai penanganan Covid-19 ketika hal tersebut dijadikan dasar menurunkan status penanganan di 26 kota/kabupaten. Langkah pemerintah ini tentu tidak berdasar sebab diputuskan dengan menghilangkan data kematian yang merupakan amanat dari sebagai data penting dalam menyusun pertimbangan epidemiologis. Lebih jauh lagi, berdasarkan Pasal 2 ayat 1 PP Nomor 40 Tahun 1991 pertimbangan epidemiologis digunakan dalam menetapkan dan mencabut daerah yang terjangkit wabah.

Pada sisi lain manipulasi serupa bahkan dilakukan dalam klaim turunnya angka kasus Covid-19 selama PPKM level 4 yang sayangnya berbanding lurus dengan jumlah testing yang dilakukan. Data Satgas menunjukan jumlah testing nasional pada 10 Agustus 2021 dilakukan terhadap 146.150 orang, dimana rata-rata jumlah sebelumnya berkisar di angka 100.000 orang secara nasional. Jumlah tersebut sangat jauh dari jumlah target testing yang ditetapkan pemerintah, yang mana, untuk wilayah Jawa-Bali saja ditargetkan 324.283 orang per hari. Ditambah dengan fakta angka vaksinasi di Indonesia yang baru mencapai 24,49 persen, hal-hal ini jelas menunjukan kegagalan PPKM Level 4 yang tidak ditunjukan pemerintah.

Keputusan ini tidak dapat dipisahkan dari rencana pemerintah melonggarkan kembali berbagai sektor usaha untuk beroperasi. Misalnya dengan izin industri esensial berbasis ekspor untuk beroperasi 100 persen, atau kebijakan beroperasi pusat perbelanjaan dengan syarat kartu vaksin hasil kerja sama dengan Asosiasi Mal Indonesia. Bahkan dalam waktu dekat, Presiden Joko Widodo mencanangkan roadmap Indonesia hidup berdampingan dengan Covid-19 yang menitikberatkan pada pengaktifan kembali dunia usaha.

Koalisi Masyarakat Untuk Hak Atas Kesehatan memandang keputusan tersebut tidak berdasarkan pada prioritas aspek kesehatan masyarakat, melainkan aspek ekonomi semata. Dengan buruknya pengelolaan informasi mengenai Covid-19 dan buruknya pelaksanaan 3T pemerintah selama PPKM terakhir, upaya-upaya pelonggaran tersebut lagi-lagi akan membawa kegagalan penanganan Covid-19 dan kembali mengorbankan keselamatan masyarakat.

Atas dasar tersebut, Koalisi Masyarakat Untuk Hak Atas Kesehatan menuntut Pemerintah RI untuk:

  1. Memasukan kembali angka kematian sebagai indikator penanganan Covid-19 sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 1 PP Nomor 40 Tahun 1991 Tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular, dan memperbaiki pengelolaan data-data esensial penanganan Covid-19, serta menjamin informasi terbuka dan dapat diakses publik;
  2. Memperbaiki kegagalan PPKM level 4 dengan memprioritaskan dan meningkatkan pelaksanaan 3T dan vaksinasi;
  3. Menunda relaksasi hingga 2 poin di atas dilakukan demi keselamatan masyarakat;

Indonesia, 13 Agustus 2021

Hormat Kami,
Koalisi Masyarakat Untuk Hak Atas Kesehatan

1. LBH Jakarta
2. LBH Masyarakat
3. YLBHI
4. FBHUK
5. WALHI
6. YPII
7. Yayasan Srikandi Lestari
8. KontraS
9. PUSaKO
10. Sajogyo Institute
11. LaporCovid-19
12. ICW
13. Lokataru
14. TI Indonesia
15. Perkumpulan AEER
16. #BersihkanIndonesia

 

 

Siaran pers ini dapat diunduh melalui tautan berikut