Perlunya Perbaikan Tata Kelola Penyaluran Insentif dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan
19 Februari 2021. Presiden Republik Indonesia berkomitmen memberikan insentif dan santunan kematian terhadap tenaga kesehatan. Ini tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) RI No.HK. 01. 07/ Menkes/2539/2020 yang menyatakan bahwa segenap tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan pada pasien Covid-19 berhak mendapatkan dana insentif dan jika meninggal berhak mendapatkan santunan kematian.
Sayangnya KMK 2539/2020 hanya menjamin insentif dan santunan kepada tenaga kesehatan yang bertugas memberikan pelayanan khusus Covid-19 saja. Sementara tenaga kesehatan yang tidak secara langsung melayani pasien Covid-19 tidak mendapatkan insentif. Ini termasuk tenaga kesehatan non-medis seperti cleaning service, tenaga laundry,
tenaga administrasi, dan lain-lain.
Padahal, semua tenaga kesehatan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan juga rentan terinfeksi Covid-19. Apalagi saat tingginya angka kasus COVID-19 dengan status probabel, suspek, atau OTG yang datang ke fasilitas layanan kesehatan primer maupun non-primer
untuk mendapatkan pertolongan medis. Sehingga, seluruh tenaga kesehatan yang bertugas selama pandemi berhak mendapatkan insentif.
Meski pemerintah sudah membatalkan rencana pemotongan insentif pada awal Februari 2021, namun distribusi insentif dan santunan kematian tetap perlu dikawal. Ini dilakukan untuk memastikan bahwa tenaga kesehatan menerima dana insentif dan santunan kematian
tepat waktu dan tepat besarannya, serta meminimalisir penyelewengan maupun praktik korupsi oleh berbagai pihak.
Temuan LaporCovid-19:
Untuk itu, LaporCovid-19 mengumpulkan data melalui google form yang disebarkan pada tanggal 8 Januari – 5 Februari 2021 dengan bantuan organisasi profesi (IDI, IBI, PPNI, PATELKI). Formulir dibagi menjadi dua bagian, yakni formulir dana insentif dan santunan kematian. Kami menerima 3,689 tenaga kesehatan untuk insentif, 29 responden untuk santunan.
Temuan kami menunjukkan 2.754 (75%) dari 3.689 tenaga kesehatan belum atau tidak mendapatkan insentif sama sekali. Sedangkan sisanya, sudah mendapatkan insentif namun dengan catatan. Sekitar 6% diantaranya memiliki masalah baik penyalurannya tidak teratur
atau terlambat, perhitungan insentif tidak sesuai dengan Juknis Kemenkes, bahkan adanya pemotongan dana insentif yang telah diberikan.
Sementara, dari 2.754 tenaga kesehatan yang belum mendapatkan insentif, 854 diantaranya pernah/sedang terinfeksi Covid-19. Dari 854 tenaga kesehatan yang terinfeksi, 624 di antaranya adalah tenaga kesehatan yang secara langsung menangani pasien Covid-19 sedangkan 230 tenaga kesehatan lainnya tidak menangani pasien Covid-19 secara langsung.
Untuk dana santunan, terdapat 29 data keluarga/ahli waris tenaga kesehatan yang belum mendapatkan santunan kematian dari pemerintah. Praktek bagus kami dapatkan dari satu keluarga/ahli waris yang mendapatkan santunan kematian sebesar Rp 5.000.000 yang berasal dari organisasi profesi PPNI Jawa Timur.
Sementara, per 5 Februari 2021 Pusara Digital LaporCovid-19 mencatat sekitar 704 tenaga kesehatan yang meninggal. Namun, berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan pada 8 Januari 2021, baru 197 santunan kematian yang telah didistribusikan kepada Keluarga/Ahli Waris. Artinya, tidak lebih dari setengah jumlah tenaga kesehatan yang meninggal akibat COVID-19 mendapatkan haknya yakni santunan kematian yang diberikan kepada Keluarga/Ahli Waris.
Berdasarkan hal tersebut, maka kami mendesak agar:
1. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah segera mendistribusikan insentif dan santunan kematian yang selama ini tersendat kepada tenaga kesehatan atau keluarga/ahli waris untuk santunan kematian.
2. Pemerintah memberikan dana insentif bagi nakes, yang tidak bekerja di bagian khusus Covid-19 serta tenaga relawan dan honorer kesehatan di layanan Covid-19, namun terpapar Covid-19. Temuan kami menunjukkan bahwa 230 (26.93%) dari 854 tenaga kesehatan yang tidak bekerja di layanan Covid-19 terpapar Covid-19. Artinya, mereka memiliki potensi risiko yang sama untuk terinfeksi dari tempat kerjanya. Pemerintah juga perlu menanggung segala pembiayaan pengobatan dan pemulihan bagi nakes terpapar. Temuan kami menunjukkan terdapat nakes yang harus membayar biaya tes, perawatan, dan pengobatan karena terinfeksi Covid-19.
3. Pemerintah segera merevisi KMK 2539/2020 dengan memberikan ketentuan batas waktu pencairan dan besaran dana yang adil untuk tenaga kesehatan. Termasuk mekanisme pendataan dan pengusulan insentif yang terbuka, baik di fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan.
4. Sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas alur penyaluran dana, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian dalam Negeri dan instansi terkait harus membuka informasi tentang besaran alokasi dan proses realisasi dana insentif secara real time. Sehingga publik mudah mengakses dan mendapatkan informasinya
secara jelas.
5. Pemerintah harus melindungi setiap tenaga kesehatan yang melaporkan dugaan penyimpangan yang terjadi dalam tata kelola penyaluran insentif dan santunan kematian.
Dokumen Policy Brief:
bit.ly/PolicyBrief_Nakes
Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan
Narahubung:
Firdaus Ferdiansyah – LaporCovid-19 (087838822426)
Amanda Tan – LaporCovid-19 (085866044058)
Wana Alamsyah – Indonesia Corruption Watch (087878611344)
Silahkan unduh dokumen Siaran Pers ini melalui tautan berikut.
Siaran Pers Perbaikan Tata Kelola Penyaluran Insentif dan Santunan Kematian Bagi Tenaga Kesehatan_Koalisi Masyarakat untuk Keadilan Akses Kesehatan