Siaran Pers LaporCovid-19
Vaksinasi COVID-19 di Indonesia Belum Adil Untuk Kelompok Prioritas
JAKARTA (09/03/2021) Vaksinasi COVID-19 di Indonesia belum adil untuk kelompok prioritas. Ketika masih banyak tenaga kesehatan dan warga lanjut usia belum divaksin, sejumlah tahanan korupsi dan keluarga pejabat malah menikmati vaksin yang jumlahnya terbatas.
Tim LaporCovid-19 mengumpulkan berbagai laporan warga terkait vaksinasi yang mengabaikan kelompok prioritas. Di Magelang, misalnya, kami mendapatkan laporan seorang dokter praktik pribadi yang belum divaksin. Pelapor akan disuntik kalau ada sisa vaksin, kata Amanda Tan, relawan LaporCovid-19, Senin (8/3/2021).
Pihaknya juga menerima laporan sejumlah nakes di Medan, Sumatera Utara, yang belum mendapatkan vaksin COVID-19 awal Maret ini. Bahkan, di salah satu lokasi vaksin massal, banyak yang bukan nakes tetapi ikut divaksin, ucapnya membacakan salah satu laporan warga.
Hingga awal Maret, dari target sekitar 1,4 juta nakes, baru 1,1 juta orang yang menerima vaksin hingga dosis kedua. Selain nakes, kelompok prioritas lainnya yang belum menikmati vaksinasi sepenuhnya adalah warga lansia. Bahkan, di beberapa daerah, vaksinasi untuk warga berusia di atas 60 tahun itu belum dilaksanakan.
Pada saat yang sama, seperti diberitakan sejumlah media, puluhan tahanan KPK telah mendapatkan vaksin. Mereka antara lain bekas Menteri Sosial Juliari Batubara yang diduga menerima suap bantuan sosial Covid-19. Sejumlah anggota DPR dan keluarganya juga mulai menjalani vaksinasi. Amanda menilai, pemerintah seharusnya memprioritaskan vaksinasi bagi kelompok rentan, seperti nakes dan warga lansia. Kekebalan kelompok sulit tercapai ketika masih banyak kelompok rentan belum divaksin. Akibatnya, angka kematian dan keparahan penyakit bisa
meningkat, ungkapnya.
Apalagi, vaksin di Indonesia masih terbatas. Setidaknya, Indonesia membutuhkan 363 juta dosis vaksin untuk 181,5 juta orang. Namun, hingga kini, baru 7 juta dosis yang telah didistribusikan dan 3 juta dosis lainnya sedang didistribusikan. Warga yang menerima vaksinasi hingga dosis kedua juga baru berkisar 1,15 juta orang. Amanda juga mendorong, pemerintah memastikan kesetaraan akses vaksin kepada warga di berbagai daerah. Pemerintah harus memastikan distribusi vaksin berjalan adil sesuai dengan tingkat keterpaparan di masing-masing wilayah, ucapnya.
Untuk memastikan distribusi vaksin, pihaknya meminta pemerintah membangun pusat data vaksin (dashboard vaksin) yang terbuka dan mudah diakses publik. Data itu memuat informasi tentang pengadaan vaksin (jumlah dosis yang sudah dibelanjakan) serta pola distribusi vaksin beserta wilayahnya. Informasi ini wajib disampaikan secara real time setiap hari sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi.
Amanda juga menyoroti ketidaksiapan fasilitas vaksinasi yang bisa memicu pelanggaran protokol kesehatan karena menimbulkan kerumunan. Tim LaporCovid-19 mengumpulkan laporan warga terkait hal itu antara lain dari Jakarta Selatan dan Surakarta, Jawa Tengah. Ini membahayakan calon penerima vaksin, terlebih bagi warga lansia.
Pemerintah perlu memastikan akurasi penyebaran informasi pendaftaran dan pendataan vaksinasi untuk menghindari kebingungan di masyarakat, ucapnya.
Pihaknya juga menerima laporan terkait vaksinasi yang digunakan sebagai bahan kampanye elektoral pemilihan ketua ikatan alumni di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung, Jawa Barat. Menurut dia, hal itu tidak etis, sarat konflik kepentingan, dan menyalahgunakan vaksinasi.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan bahwa vaksin adalah barang publik (public goods) dan tidak seharusnya digunakan untuk kepentingan pribadi. Ini bertentangan dengan prinsip , bahwa akses terhadap vaksinasi harus didasarkan pada kelompok prioritas, bukan berdasarkan alumni perguruan tinggi tertentu, tahanan korupsi, dan keluarga anggota dewan, katanya.
Kontak:
Amanda Tan, relawan LaporCovid-19
+62-858-6604-4058
LaporCOVID-19 adalah wadah (platform) sesama warga untuk berbagi informasi mengenai angka kejadian terkait COVID-19 di sekitar kita. Pendekatan bottom-up melalui citizen reporting atau crowdsourcing agar setiap warga bisa ikut menyampaikan informasi seputar kasus terkait COVID-19.