Somasi Atas Permenkes No. 19 Tahun 2021
Kepada Yth.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Bapak Budi Gunadi Sadikin
Di tempat
Perihal : SOMASI TERBUKA
Salam Darurat Kesehatan Masyarakat!
Bersama ini kami Lapor Covid-19, YLBHI, ICW, LBH Masyarakat, LBH Jakarta, Lokataru, Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Pusat Studi Hukum HAM Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Forum Bantuan Hukum Untuk Kesetaraan (FBHUK) memberikan somasi kepada Menteri Kesehatan RI untuk segera mencabut dan/atau membatalkan ketentuan Pada Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Kesehatan No. 19 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), yang mengatur tentang vaksin berbayar. Alasan-alasan somasi akan disampaikan di bawah ini :
- Bahwa pada angka 5 Pasal 1 Permenkes No. 19 Tahun 2021, berbunyi: Vaksinasi Gotong Royong adalah pelaksanaan vaksinasi COVID-19 kepada individu/ orang perorangan yang pendanaannya dibebankan kepada yang bersangkutan, atau pelaksanaan vaksinasi COVID-19 kepada karyawan/ karyawati, keluarga atau individu lain terkait dalam keluarga yang pendanaannya ditanggung atau dibebankan pada badan hukum/ badan usaha;
- Bahwa dalam masa pandemi COVID-19 vaksin merupakan salah satu intervensi pengendalian pandemi yang berperan besar dalam menyelamatkan nyawa manusia, namun ketika ketersediaan vaksin COVID-19 masih terbatas, vaksin COVID-19 adalah barang publik, sehingga adalah tidak etis jika pemerintah menerbitkan kebijakan perolehan vaksin dengan metode mandiri atau berbayar;
- Bahwa ketersediaan vaksin saat ini pun masih belum menjangkau seluruh target yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sebanyak 208.265.720 penduduk (sumber: IG resmi kemenkes_ri).
Bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan di atasnya yakni kewajiban
Memenuhi Hak atas Kesehatan Warga Negara
- Bahwa sejak awal ditemukannya kasus pertama COVID -19 di Indonesia pada awal bulan Maret 2020, data Kementerian Kesehatan menunjukkan hingga tanggal 27 Juli 2021 total angka pasien positif mencapai 3.239.936, total angka sembuh 2.596.820, total angka meninggal 86.835. Dengan kasus aktif 556.281 orang (Sumber: IG kemenkes_ri)
- Pemerintah mentargetkan 208.265.720 masyarakat untuk divaksin selama kurun waktu kurang lebih satu tahun.
- Bahwa sejak dimulainya program vaksin di Indonesia awal tahun 2021 yang diawali oleh penyuntikan vaksin kepada Presiden Jokowi pada tanggal 13 Januari 2021, hingga tanggal 27 Juli 2021 baru 45.278.549 (21.74%) orang telah mendapatkan vaksin dosis 1, dan 18.666.343 orang telah mendapatkan vaksin dosis 2 (8.96%). (Sumber: IG kemenkes_ri)
- Bahwa Presiden Republik Indonesia Bapak Ir. Joko Widodo telah memberikan pernyataan tegas bahwa Vaksininasi Covid-19 untuk seluruh warga negara yang dapat diperoleh secara gratis. Presiden juga telah memberikan instruksi untuk mempercepat pelaksanaan vaksin, dengan target 2 juta pemberian vaksin per hari.
- Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni :
- Pasal 28 H ayat (1) : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan - Pasal 28I ayat (4) : Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan
hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
- Pasal 28 H ayat (1) : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
- Bertentangan dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:
- Pasal 4 : Setiap orang berhak atas Kesehatan
- Pasal 5 ayat (1) : Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
akses atas sumber daya di bidang Kesehatan - Pasal 5 ayat (2) : Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan
Kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
- Bahwa masih banyak warga negara yang masuk dalam kategori rentan, belum mendapatkan akses vaksin. Bahwa, terdapat lebih dari 20% tenaga kesehatan di provinsi Papua, lebih dari 15% di provinsi Maluku, dan provinsi lainnya yang belum mendapatkan vaksin (Sumber: Situation Report WHO 21 Juli 2021)
- Bahwa hendaknya Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Bappenas, dan Kementerian terkait lainnya untuk memperoleh solusi atas permasalahan ketentuan administrasi kependudukan yang kerap menjadi hambatan dalam memperoleh akses untuk vaksin.
Bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan di atasnya yakni kewajiban
Melindungi Hak Warga Negara untuk Sehat
- Bahwa merujuk pada UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 14 ayat (1) : Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, megatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan
yang merata dan terjangkau oleh masyarakat
Pasal 16 : Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang Kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginyaPasal 19 : Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.
Pasal 62 ayat (1) : Peningkatan kesehatan merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat untuk mengoptimalkan kesehatan melalui kegiatan penyuluhan, penyebarluasan informasi, atau kegiatan lain untuk menunjang tercapainya hidup sehat
Pasal 62 ayat (2) : Pencegahan penyakit merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat untuk menghindari atau mengurangi risiko, masalah, dan dampak buruk akibat penyakit.
- Bahwa dalam kewajiban Hak Asasi Manusia, maka setelah kelompok pertama pemberian vaksin untuk kelompok esensial selesai dilaksanakan, selanjutnya warga negara yang dikategorikan sebagai kelompok rentan (tenaga kesehatan, mereka yang memiliki komorbiditas, lansia, perempuan adat, warga binaan, masyarakat pedalaman dan perbatasan, masyarakat miskin kota, kelompok difabel) wajib diperhatikan dan diberikan program afirmasi untuk mendapatkan vaksin.
Bahwa ketentuan ini juga bertentangan dengan Asas Umum Pemerintahan yang baik yakni Asas Kepastian Hukum dan Asas Pengharapan yang layak, dimana Presiden Republik Indonesia telam membuat pernyataan secara terbuka bahwa Vaksin akan
dilakukan gratis untuk seluruh rakyat Indonesia.
Vaksin berbayar menambah beban ekonomi masyarakat
- Bahwa pandemic Covid-19 menimbulkan persoalan medis yang serius sekaligus berdampak signifikan terhadap kebutuhan ekonomi masyarakat. Disaat masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan ekonominya tapi dibebani
dengan kebijakan vaksin berbayar praktis menguras finansial masyarakat; - Bahwa pada sisi lain masyarakat yang hendak mengakses vaksin yang berlaku saat ini berbenturan dengan waktunya untuk bekerja. Dalam situasi ini masyarakat mengutamakan pemenuhan kebutuhan dasarnya. Sementara skema untuk memberikan kompensasi terhadap masyarakat yang ingin mendapatkan vaksin dalam waktu kerja tidak ada sama sekali. Kondisi ini menghambat orang untuk mendapatkan vaksin, sehingga dengan adanya penerapan kebijakan vaksin berbayar menjadi faktor penghambat orang untuk mendapatkan vaksin;
- Bahwa saat ini di beberapa tempat mensyaratkan untuk mendapatkan vaksin menunjukan keterangan kerja dari tempat kerja. Kebijakan ini sulit didapatkan terhadap pekerja sektor informal atau pekerja lepas/harian yang tidak memiliki status hukum ketenagakerjaan yang jelas. Dalam konteks kebijakan vaksin saat ini yaitu vaksin gotong royong, kesulitan yang dihadapi pekerja sektor informal/lepas dan harian akan menimbulkan keterlambatan mengikuti program vaksinasi gotong royong. Keterlambatan ini beresiko menghadapi atau mendorong mengikuti kebijakan program vaksin berbayar. Padahal vaksin berbayar menimbulkan beban finansial yang serius dan tidak mudah mengeluarkan biaya untuk vaksin pada saat kebutuhan dasar semakin menipis dan sulit;
- Bahwa program vaksinasi yang berjalan saat ini direspon beberapa perusahaan yang menginisiasi peraturan yang memuat persyaratan telah mengikuti program vaksin untuk melamar pekerjaan. Ditengah persoalan dan tantangan mendapatkan akses vaksin gotong royong, dalam konteks vaksin berbayar tentu persyaratan telah mengikuti vaksin bukan solusi tepat bagi pihak yang melamar pekerjaan. Sebab dalam tujuan melamar pekerjaan berharap dapat bekerja dan mendapatkan upah. Sementara dalam kondisi tidak memiliki pekerjaan karena tidak memiliki penghasilan/upah menyulitkan mendapatkan vaksin berbayar.
Bahwa saat darurat kesehatan masyarakat akibat pandemi COVID-19 Pemerintah seharusnya lebih fokus untuk mengalokasikan sumber dana dan sumber daya untuk penyempurnaan tata Kelola pelaksanaan vaksin bagi seluruh rakyat Indonesia, ketimbang membagi sumber dayanya untuk mempersiapkan vaksin berbayar.
Bahwa menurut kami, pembatalan ketentuan vaksin berbayar tidak cukup hanya disampaikan secara verbal, karena sebagai negara hukum, pembatalan terhadap ketentuan hukum harus dilakukan dengan penerbitan peraturan yang setingkat, demi menjamin kepastian hukum. Sehingga, walaupun kami menyambut baik pernyataan Bapak Presiden tentang pembatalan vaksin berbayar, namun menilik pada ketidakonsistenan yang selama ini kami rekam, maka Permenkes dimaksud harus segera dicabut.
Berdasarkan hal-hal di atas Kami meminta Menteri Kesehatan segera mengeluarkan Permenkes untuk mencabut kententuan pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Kesehatan No. 19 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dalam waktu 7 hari (7×24 Jam), jika dalam waktu tersebut tidak dipenuhi kami akan melakukan langkah-langkah hukum dan konstitusional sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Hormat kami,
Lapor Covid-19, YLBHI, ICW, LBH Masyarakat, LBH Jakarta, Lokataru, Pusat
Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Pusat Studi Hukum HAM
Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Forum Bantuan Hukum Untuk
Kesetaraan (FBHUK)