Prioritaskan Vaksinasi Dosis Lengkap Covid-19 untuk Seluruh Masyarakat

JAKARTA, KOMPAS ? Koalisi masyarakat sipil mendesak pemerintah untuk memprioritaskan vaksinasi dosis lengkap bagi seluruh masyarakat hingga cakupan 70-80 persen dibandingkan dengan memberikan vaksin penguat atau?booster. Pemerintah juga perlu menyiapkan tata kelola vaksinasi Covid-19 jangka panjang yang berbasis data, keadilan inklusi, dan akuntabilitas.

Koalisi Desak Jokowi Cabut Aturan Dispensasi Karantina Bagi Pejabat

Jakarta, IDN Times -?Sejumlah organisasi yang menamakan diri Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Masyarakat, memprotes dispensasi yang diberikan Satgas Penanganan COVID-19 kepada pejabat eselon I dan di atasnya terkait karantina wajib. Mereka bisa menjalani karantina di rumah dan bahkan masa karantinanya bisa dipangkas. Alasannya, karena mereka pejabat tinggi dan sewaktu-waktu bisa diminta berdinas.

Tim LaporCovid-19: Tunda Vaksin Booster Sebelum Kelompok Rentan Capai Target

Suara.com -?Tim Koalisi Warga?LaporCovid-19?meminta rencana penyuntikan?vaksin dosis ketiga atau booster di Indonesia yang rencananya dimulai awal 2022 ditunda terlebih dahulu. Co-Founder LaporCovid-19 Irma Hidayana menjelaskan, masih banyak?kelompok rentan?seperti kelompok lanjut usia atau lansia, masyarakat adat, dan kaum difabel yang belum divaksin.

LaporCovid-19: Banyak Pasien Covid Terlilit Utang Berobat Karena Tak Ditanggung Negara

Suara.com -?Tim Koalisi Warga?LaporCovid-19?mengungkapkan masih banyak pasien atau?penyintas Covid-19 yang masih terlilit utang dengan rumah sakit karena biaya perawatannya tidak ditanggung oleh negara. Co-Founder LaporCovid-19 Irma Hidayana mengatakan, utangnya pun tak tanggung-tanggung, mulai dari puluhan hingga ratusan juta rupiah.

LaporCovid-19 Sebut Oligarki Pemerintah Makin Mencekram Rakyat Saat Pandemi

Suara.com – Tim Koalisi Warga LaporCovid-19 menilai pandemi semakin membuat oligarki pemerintahan semakin bertindak sewenang-wenang dalam membuat kebijakan yang menyangkut kesehatan masyarakat luas. Co-Founder LaporCovid-19 Irma Hidayana mengatakan berbagai kebijakan Covid-19 yang dibuat pemerintah seperti pengaturan harga tes Covid-19 hingga pembagian bantuan sosial selalu bermasalah dan membuat rakyat susah.

Apakah Sudah Saatnya Booster? Prioritaskan Vaksin Dosis Lengkap untuk Semua

SIARAN PERS

Apakah Sudah Saatnya Booster? Prioritaskan Vaksin Dosis Lengkap untuk Semua

Pernyataan Bersama

CISDI, PUSKAPA, LaporCovid-19, dan Transparency International Indonesia

Kami meminta pemerintah memprioritaskan vaksin dosis 1 dan 2 hingga cakupan mencapai 70-80% secara nasional.
Kami meminta pemerintah tidak menggulirkan program booster berbayar karena akan memperlebar jurang ketimpangan akses vaksin.
Kami mendorong pemerintah segera menyiapkan tata kelola vaksinasi Covid-19 jangka panjang berbasis data, komunitas, dan puskesmas, serta inklusi dan akuntabilitas.

Jakarta, 17 Desember 2021 – Dalam keterangan yang disampaikan pada rapat kerja Komisi IX DPR RI (14/12) Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyebut pemerintah berencana melaksanakan program booster lansia berstatus peserta PBI BPJS Kesehatan melalui skema tidak berbayar per Januari 2022. Sementara itu booster bagi masyarakat umum akan disediakan melalui mekanisme berbayar pada periode yang sama. Menkes Budi beralasan keputusan ini adalah upaya melindungi lansia dan kelompok rentan serta memitigasi varian Omicron yang telah menyebar di tingkat global. Namun di tengah situasi pengendalian wabah yang serba tidak pasti, keputusan ini perlu disorot lebih jauh.

Pandemi COVID-19 Belum Berakhir

Sejak awal November 2021, kembali terjadi lonjakan kasus COVID-19 yang masif. Situasi ini diperparah dengan munculnya mutasi varian Omicron yang secara amat cepat menyebar ke 77 negara. Per 16 Desember 2021, pemerintah telah mengumumkan ditemukannya kasus pertama varian Omicron di Indonesia.

Turunnya tren kasus sejak September hingga sekarang membuat pemerintah kembali fokus pada perbaikan ekonomi dan agenda politik lainnya. Penanganan pandemi seolah luput dari prioritas dan protokol yang selama ini terbukti melonggar. Akibatnya, kewaspadaan publik yang lelah dan jenuh terancam mengendur, sementara masyarakat rentan semakin kesulitan melindungi diri. Mobilitas penduduk sendiri untuk kategori penggunaan transportasi umum naik 54,6% sepanjang bulan Juli hingga November 2021 (CISDI, 2021).

Pandemi Bagai Maraton

Protokol bermasker, menjaga jarak, membersihkan udara dalam ruangan, mengelola perjalanan dan kegiatan di luar bila terpaksa dengan berbagai langkah mitigasi termasuk karantina, konsisten melaksanakan testing, tracing, treatment, dan vaksinasi harus berjalan beriringan, bukan dipilih salah satu. Sayangnya, surveilans dan tata kelola protokol yang mengendur karena ongkos sosial besar membuat vaksinasi dijadikan satu-satunya tumpuan untuk menekan laju penularan COVID-19.

Vaksinasi COVID-19 memang bentuk pertahanan yang dapat efektif mengatasi pandemi panjang ini, tapi hanya bila ia diberikan merata pada semua yang berhak dalam dosis yang tepat. Di tengah ketimpangan vaksinasi COVID-19 dunia, menyebarnya mutasi virus merupakan konsekuensi. Ancaman varian Omicron yang memiliki mutasi kompleks dan tingkat penularan tinggi lalu ditanggapi dengan kebijakan khusus bagi lansia dan warga rentan penerima PBI. Namun di saat bersamaan, Indonesia baru mencapai cakupan vaksinasi dosis 2 di angka 50,68% per 16 Desember 2021, seiring dengan vaksinasi anak (6-11 tahun) yang baru bergulir.

LaporCovid-19 masih menemukan kesulitan warga mengakses vaksin. Per Agustus hingga 13 Desember 2021, tercatat sedikitnya 308 laporan yang menginformasikan terkait kendala warga pada program vaksinasi nasional. Laporan tersebut menjelaskan kesulitan warga mendaftar dan minimnya informasi ketersediaan vaksin, sehingga mereka harus melakukan pencarian secara mandiri. Selain itu, laporan juga mengindikasikan buruknya tata kelola pelaksanaan vaksin di lapangan, termasuk dalam proses administrasi pendataan dan pendaftaran program vaksinasi.

Meratanya akses pada vaksinasi dua dosis pertama bergantung pada suplai vaksin dan kapasitas distribusi serta layanan vaksinasi. Ketepatan jumlah dosis mengharuskan kita untuk terus memantau perkembangan sains secara cermat.

Setelah satu tahun program vaksinasi nasional berjalan, pemerintah masih kesulitan menjangkau dan memprioritaskan kelompok rentan (CISDI, PUSKAPA, 2021). Kapasitas distribusi dan layanan vaksinasi yang terbatas dan timpang antar perkotaan dengan pedesaan juga terjadi. Perbedaan akses di pulau Jawa dengan non-Jawa ataupun wilayah barat dengan wilayah timur membuat Indonesia kerap hadapi risiko ketimpangan vaksinasi. Situasi ini diperparah dengan minimnya transparansi informasi mengenai distribusi dosis vaksin pertama dan kedua.

Penyebaran variants of concern membuat pemberian dosis ketiga maupun booster dibutuhkan (SAGE, 2021). Namun, pemberian dosis ketiga dan booster harus dilandasi bukti ilmiah terkait penurunan kekebalan dan perlindungan klinis, berkurangnya efektivitas vaksin, dan ditargetkan untuk kelompok populasi yang paling membutuhkan, yakni lansia di atas 65 tahun dan pasien dengan gangguan imunitas.

Dalam keterbatasan pasokan vaksin dan kapasitas vaccine delivery, kebijakan booster berbayar berisiko memperburuk ketimpangan vaksinasi dan mengalihkan pasokan dari meratanya dua dosis pertama atau vaksinasi primer. Tanpa kecepatan, ketepatan, dan keluasan cakupan dosis 1 dan 2, prospek mitigasi pandemi bisa meleset dan berimplikasi buruk bagi kesehatan masyarakat, kesejahteraan sosial, dan ekonomi.

Atas dasar itu, koalisi masyarakat sipil CISDI, PUSKAPA, Lapor COVID-19, dan Transparency International Indonesia meminta pemerintah meniadakan kebijakan booster berbayar, memperjelas rencana pencapaian 70-80% cakupan vaksin dosis lengkap, mempercepat jangkauan vaksinasi pada masyarakat rentan, memperjelas ketersediaan pasokan dan kapasitas layanan vaksinasi COVID-19 dosis ketiga bagi lansia 65 tahun ke atas, dan menyiapkan tata kelola untuk pada akhirnya menyediakan dosis ketiga secara gratis bagi seluruh masyarakat.

Koalisi mendorong pemerintah untuk memperkuat jangkauan vaksinasi pada seluruh masyarakat, terutama bagi warga yang paling rentan dengan memobilisasi pelayanan kesehatan primer. Puskesmas mampu menguatkan kapasitas kesehatan di level komunitas, termasuk menjangkau kelompok rentan yang selama ini sulit mendapatkan vaksin.

Jangan keluarkan puskesmas dari skema booster (dosis ketiga). Justru, berikan dukungan sejak sekarang bagi transformasi layanan kesehatan primer dalam bentuk anggaran, sumber daya manusia, dan regulasi. Bila ini dilakukan konsisten, akan terbangun sistem kesehatan nasional dan layanan kesehatan primer yang transformatif dan tangguh setelah pandemi usai.

Koalisi meminta pemerintah tidak membuat bingung warga dengan narasi booster berbayar dan tetap berpegang pada prinsip keadilan dan keberpihakan pada warga rentan. Penambahan jalur booster berbayar akan membebani tata kelola vaksinasi yang saat ini sudah sangat terbatas dan masih timpang. Perkembangan bukti ilmiah semakin mendukung kemungkinan bahwa pendosisan vaksin COVID-19 yang tepat adalah tiga suntikan, menyebabkan konsep booster (opsional) bisa jadi keliru.

Bila ini benar, pemerintah perlu menata ulang penjaminan vaksinasi dosis lengkap untuk semua. Ke depan, mungkin diperlukan booster tahunan. Mengantisipasi ini, pemerintah perlu sejak sekarang merencanakan strategi vaksinasi COVID-19 jangka panjang. Peningkatan kapasitas distribusi, kesiapan infrastruktur puskesmas sebagai sentra layanan komunitas, dan integrasi pembiayaan vaksinasi COVID-19 ke sistem Jaminan Kesehatan Nasional amat dibutuhkan.

Koalisi mendesak transparansi kebijakan vaksinasi nasional yang terdiri dari data hingga proses pengadaan, distribusi vaksin ke pemerintah provinsi kabupaten dan kota, dan penyaluran ke individu atau kelompok penerima. Hingga saat ini, publik masih kesulitan mengakses informasi terkait kuantitas, masa berlaku, hingga jenis vaksin, mulai dari proses pengadaan, distribusi vaksin ke pemerintah provinsi kabupaten dan kota, hingga penyaluran ke individu atau kelompok penerima.

Minimnya transparansi pendistribusian vaksin menyebabkan warga kesulitan untuk mendapatkan informasi secara real-time terkait jumlah vaksin yang sudah tiba di wilayahnya dan di mana saja vaksin tersebut sudah didistribusikan. Akibatnya, warga tidak mengetahui kapan vaksin akan datang dan diterima. Ketersediaan informasi tersebut diperlukan agar publik dapat memantau jenis vaksin yang didistribusikan proporsional dengan kebutuhan daerah, guna memastikan agar tidak ada lagi masyarakat yang kesulitan mengakses vaksin dosis kedua.

Oleh karena itu, perbaikan sistem pendataan seharusnya menjadi agenda prioritas pemerintah sebelum vaksinasi dosis ketiga diberlakukan, sehingga warga dapat mendapatkan akses vaksin dengan mudah.

Ringkasan Rekomendasi

  1. Tiadakan kebijakan vaksin booster berbayar.
  2. Perjelas strategi pencapaian cakupan vaksinasi dosis lengkap pada 70-80% populasi.
  3. Percepat penjangkauan vaksinasi dua dosis pertama pada warga rentan melalui kolaborasi antara puskesmas dengan lembaga-lembaga pendamping di komunitas.
  4. Perjelas strategi vaksinasi dosis ketiga bagi warga usia 65 tahun ke atas dengan informasi transparan mengenai ketersediaan pasokan dan kapasitas layanan vaksinasi.
  5. Persiapkan tata kelola vaksinasi COVID-19 jangka panjang yang berbasis data, keadilan inklusi, dan akuntabilitas.
  6. Kuatkan investasi pada puskesmas sejak sekarang sebagai bagian dari transformasi sistem kesehatan nasional.

 

Narahubung:

Amru – CISDI (0877-8273-4584)

Firdaus Ferdiansyah – LaporCovid-19 ()

 


 

Tentang CISDI

Center for Indonesias Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah think tank yang mendorong kebijakan kesehatan berbasis bukti untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya, sehat, dan sejahtera dengan menerapkan paradigma sehat. CISDI melaksanakan riset dan manajemen program serta advokasi kebijakan untuk mewujudkan tata kelola, pembiayaan, sumber daya manusia, dan layanan kesehatan yang transparan, adekuat, dan merata. Info: https://cisdi.org/id/

Tentang PUSKAPA

PUSKAPA, atau Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia, adalah lembaga riset dan advokasi kebijakan yang menggunakan bukti dan pengetahuan untuk secara aktif mereformasi sistem dan layanan perawatan dan perlindungan sosial, pencatatan sipil, tata kelola data, dan akses pada keadilan bagi anak dan kelompok rentan di Indonesia. Info: https://puskapa.org/en/

 

Tentang LaporCovid-19

LaporCovid19 adalah wadah (platform) sesama warga untuk berbagi informasi mengenai angka kejadian terkait COVID-19 di sekitar kita. Pendekatan bottom-up melalui citizen reporting atau crowdsourcing agar setiap warga bisa ikut menyampaikan informasi seputar kasus terkait COVID-19. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi website: www.laporcovid19.org, IG: @laporcovid19, Twitter: @LaporCovid, FB: Koalisi Warga LaporCovid-19.

 

Tentang Transparency International Indonesia

Transparency International Indonesia (TII) merupakan salah satu chapter Transparency International, sebuah jaringan global NGO antikorupsi yang mempromosikan transparansi dan akuntabilitas kepada lembaga-lembaga negara, partai politik, bisnis, dan masyarakat sipil. Bersama lebih dari 90 chapter lainnya, TII berjuang membangun dunia yang bersih dari praktik dan dampak korupsi di seluruh dunia. Info: https://ti.or.id/

 

Silahkan unduh dokumen presentasi oleh LaporCovid-19 dalam konferensi pers tersebut melalui tautan berikut

 

Dispensasi Karantina Bagi Pejabat Membahayakan Kesehatan Masyarakat di Tengah Ancaman Omicron

SIARAN PERS

Dispensasi Karantina Bagi Pejabat
Membahayakan Kesehatan Masyarakat di Tengah Ancaman Omicron

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kesehatan Masyarakat

 

17 Desember 2021 – Ketentuan yang memuat dispensasi pengurangan durasi pelaksanaan karantina kepada pejabat eselon 1 (satu) diskriminatif dan dapat membahayakan kesehatan masyarakat.

Pertama, SE Kasatgas Penanganan Covid-19 25/2021 diskriminatif dan tidak adil, sebab memberikan perlakuan istimewa kepada pejabat. Sebagaimana tertuang dalam No. 5, Masa karantina 10 x 24 jam sebagaimana dimaksud pada angka 4.e. dapat diberikan dispensasi pengurangan durasi pelaksanaan karantina mandiri kepada WNI pejabat setingkat eselon I (satu) ke atas berdasarkan pertimbangan dinas atau khusus sesuai kebutuhan dengan ketentuan

Virus SARS-CoV 2 tidak mengenal jabatan, tidak mengenal jenis kelamin, tidak mengenal umur, dan tidak mengenal waktu. Sebaliknya, siapapun bisa terinfeksi ketika melakukan kontak dengan seseorang yang sudah terjangkit sebelumnya. Karenanya, pengistimewaan pejabat dalam aturan karantina tidak bisa diterima, diskriminatif, dan tidak adil. Padahal aturan sebelumnya (SE Kasatgas Penanganan Covid-19 23/2021) tidak memberikan keistimewaan bagi pelaku perjalanan luar negeri pejabat tertentu.

Kedua, SE Kasatgas Penanganan Covid-19 25/2021 ini dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Di tengah ancaman varian baru Omicron, pemerintah seharusnya mengambil langkah pencegahan dan mitigasi risiko penularan kasus lebih ketat. Karenanya, pengetatan dan pemusatan karantina harus dipatuhi oleh setiap orang termasuk pejabat untuk memastikan perlindungan kesehatan seluruh masyarakat dari ancaman Covid-19.

Pengubahan aturan karantina yang tumpul kepada pejabat tertentu menunjukkan bahwa kebijakan ini tidak dibangun berdasarkan ilmu kesehatan masyarakat (public health evidence-based policy). Adanya beberapa kasus pelanggaran karantina seperti yang dilakukan oleh warga negara asing, selebritas, hingga anggota DPR seharusnya menjadi evaluasi bagi pemerintah untuk lebih mengetatkan kembali ketentuan dan pelaksanaan di lapangan.

Kasus suap karantina, pengistimewaan pejabat tertentu serta pengubahan aturan karantina SE Covid-19 25/2021 merusak rasa keadilan masyarakat. Konsekuensinya, wajar jika masyarakat semakin tidak percaya kepada pemerintah. Pengistimewaan pejabat dalam aturan karantina menegaskan bahwa politisi busuk selalu menutupi kesalahan pejabat. Pejabat publik seharusnya menjadi teladan bagi publik dalam mengedepankan praktik protokol kesehatan sebaik-baiknya. Alih-alih menjadi teladan, justru regulasi membuka ruang pengistimewaan akan semakin menjauhkan jarak pejabat publik dengan masyarakat umum.

Karenanya, kami, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kesehatan Masyarakat mendesak Presiden Joko widodo meminta Ketua Satgas Covid-19 mencabut SE Kasatgas Covid-19 25/2021 dan menggantinya dengan ketentuan yang lebih berlandaskan pada sains dan berkeadilan bagi masyarakat. Ini perlu dilakukan guna memberikan pencegahan ancaman Omicron serta perlindungan kepada seluruh masyarakat.

———————————————————————————————————————————————————

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kesehatan Masyarakat terdiri dari LaporCovid-19, Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lokataru Foundation, Hakasasi.id, Transparency International Indonesia (TII), LBH Jakarta, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), LBH Masyarakat, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Yayasan Desantara.

Narahubung:

Aditia Bagus Santoso, YLBHI (081277741836)

Agus Sarwono, TII (08126992667)

Firdaus Ferdiansyah, LaporCovid-19 (087838822426)

 

 

Siaran pers ini dapat diunduh melalui tautan berikut

Aturan Dispensasi Karantina Untuk Pejabat Menuai Kritik

Jakarta, PilarAktual.com???Aturan d????n?????karantina untuk ??j?b?t ??m?r?nt?h ??t?ngk?t ???l?n I k? ?t?? menuai kritik k?r?n? d?n?l?? d??kr?m?n?t?f. P?m?r?nt?h ?un d?d???k mencabut ?tur?n pemberian d????n???? k?r?nt?n? b?g? pejabat t?r??but. Kr?t?k t?rh?d?? ??m?r?nt?h d?t?ng d?r??Koalisi M????r?k?t Sipil?untuk Keadilan Kesehatan Masyarakat.?Koalisi M????r?k?t S???l?menilai?dispensasi karantina, seperti d??tur d?l?m Surat Ed?r?n (SE)?S?tg?? COVID-19?Nomor 25 T?hun 2021, mengistimewakan pejabat.