LaporCovid-19: Ada 33 Laporan Penyuntikan Booster Non-nakes Sepanjang 2021

JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota koalisi LaporCovid-19 Amanda Tan mengatakan, pihaknya menerima 71 laporan terkait penyelewengan vaksin Covid-19 selama 2021. Amanda mengatakan, dari jumlah tersebut, ada 33 laporan terkait pemberian vaksin booster untuk kelompok non-nakes. Padahal, saat itu, penyuntikan vaksin booster hanya diberikan kepada tenaga kesehatan (nakes)

Ditemukan Vaksin Covid-19 Berbagai Merk yang Dijual di Tokopedia

JAKARTA, KabarMedan.com |?Ditemukan adanya penjualan vaksin Covid-19 dengan berbagai merek di aplikasi penjualan online Tokopedia. Harga vaksin tersebut dibanderol sebesar 700 ribu rupiah per dosisnya. Informasi ini dilaporkan oleh Tim Koalisi Warga LaporCovid-19 yang menerima laporan dari warga terkait penjualan vaksin Covid-19 berbagai merek ini. Amanda Tan dari LaporCovid-19 memaparkan, laporan warga itu masuk pada 13 Desember 2021 lalu yang menyatakan ada vaksin yang diperjualbelikan di Tokopedia sementara dirinya kesulitan mendapatkan vaksin dengan alasan stok habis.

LaporCovid-19 Soroti Jual Beli Vaksin Ilegal hingga Gap Kematian Pusat-Daerah

LaporCovid-19 mencatat adanya 71 aduan penyelewengan vaksinasi Covid-19 selama tahun 2021. Penyelewengan tersebut meliputi jual beli vaksin Covid-19, vaksin booster untuk non-nakes, dan pemalsuan sertifikat vaksin. Temuan ini dinilai membuat publik kesulitan mendapatkan informasi secara real time terkait jumlah vaksin yang sudah tiba di wilayahnya. Transparansi distribusi vaksin juga jadi sorotan.

GAWAT ! Vaksin Covid-19 Diperjual-Belikan di Marketplace, Sudah Ada 71 Aduan Penyelewengan

TRIBUN-MEDAN.com –?Vaksin?Covid-19?mulai?diperjual-belikan?di?Marketplace dengan harga yang fantastis. Penjulan ini menjadi viral di media sosial.?Anggota koalisi LaporCovid-19 Amanda Tan mengungkapkan pihaknya menerima laporan dari warga terkait penjualan vaksin Covid-19 di situs jual beli?Tokopedia pada 13 Desember 2021.

Rentan Penyimpangan Program Vaksinasi, Pemerintah Perlu Perbaiki Mekanisme Distribusi dan Meningkatkan Transparansi

SIARAN PERS

Rentan Penyimpangan Program Vaksinasi, Pemerintah Perlu Perbaiki Mekanisme Distribusi dan Meningkatkan Transparansi

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan

04 Januari 2021 – Praktik jual beli vaksin booster untuk masyarakat umum terus terulang kembali. Ini menambah daftar panjang kasus penyimpangan selama program vaksinasi Covid-19 berlangsung. Bentuk penyimpangan cukup beragam, mulai dari pungutan liar hingga maraknya peredaran sertifikat vaksin palsu/ilegal yang merugikan masyarakat secara keseluruhan. Menjamurnya praktik semacam ini disebabkan pengawasan yang lemah, pembiaran laporan warga dan minimnya transparansi pada proses distribusi vaksin hingga kemudian jatuh pada kelompok tertentu dan memanfaatkannya demi meraup keuntungan.

Penelusuran investigasi CNN Indonesia akhir Tahun 2021 lalu menunjukkan secara langsung praktik jual beli vaksin Covid-19 di Surabaya.1 Praktik ini semacam ini tidak dilakukan hanya karena ada kesempatan, melainkan sudah direncanakan sedemikian rupa, dengan menyertakan link pendaftaran sebagai tanda bukti pemesanan.

Sementara itu, praktik penyimpangan terhadap program vaksinasi tidak hanya terjadi satu atau dua kali. Sepanjang 2021, LaporCovid-19 menerima sedikitnya 71 laporan warga yang melaporkan kejadian penyimpangan maupun penyalahgunaan pada program vaksinasi Covid-19. Sebagian besar laporan (27 laporan) justru diduga melibatkan oknum petugas hingga pejabat atau kepala daerah yang memiliki akses secara langsung terhadap distribusi vaksin. Salah satu temuan lain dari audit BPKP juga mengindikasikan adanya penyalahgunaan persediaan vaksin, di antaranya pemberian vaksin booster kepada kelompok non nakes. Alih-alih menghentikan praktik penyimpangan, temuan CNN menjadi bukti bahwa praktik penyimpangan merupakan sesuatu hal yang lumrah.

Penyimpangan atau penyalahgunaan program vaksinasi berpotensi menghambat publik mendapatkan hak atas kesehatan termasuk layanan vaksinasi dan semakin memperlebar ketimpangan mendapatkan layanan kesehatan yang setara.

Pemerintah bertanggung jawab mengatur dan melindungi hak atas kesehatan masyarakat secara optimal. Antara lain melalui penyediaan sarana dan fasilitas kesehatan yang layak, serta mudah diakses oleh masyarakat. Klausul ini pun sudah tertera di dalam konstitusi, UU Kesehatan, UU Kekarantinaan Kesehatan, dan sejumlah peraturan lainnya.

Selama ini mekanisme distribusi vaksin ke daerah menjadi kewenangan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI, yang juga menetapkan kebutuhan vaksin sesuai jenis, jumlah yang akan dibutuhkan, hingga harga satuan vaksin. Sementara, pemerintah daerah bertugas untuk meneruskan vaksin ke fasilitas kesehatan sehingga dapat menyelenggarakan program vaksinasi Covid-19.

Namun, hingga saat ini publik masih kesulitan untuk mengakses informasi terkait kuantitas, masa berlaku, hingga jenis vaksin yang digunakan baik mulai dari proses pengadaan, distribusi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, hingga pencatatan vaksinasi kepada kelompok penerima. Ketersediaan informasi tersebut diperlukan agar publik dapat memantau jenis vaksin yang didistribusikan proporsional dengan kebutuhan daerah, guna memastikan agar tidak terjadi penyimpangan maupun penyalahgunaan dalam distribusi vaksin.

Minimnya informasi serta transparansi distribusi vaksin menyebabkan publik kesulitan mendapatkan informasi secara real time terkait jumlah vaksin yang sudah tiba di wilayahnya.

Implikasi lainnya adalah banyaknya vaksin yang kadaluarsa. Berdasarkan catatan Koalisi, terdapat sekitar 6.100 vaksin jenis AstraZeneca yang telah kedaluwarsa. Tentunya hal ini berpotensi menimbulkan kerugian negara. Adapun kegagalan dalam pendataan penerima vaksin yang solid dapat diatribusikan terhadap kegagalan negara dalam mendistribusikan vaksin Covid-10 sesuai dengan jumlah penerima.

Akibatnya, ketersediaan informasi tersebut juga diperlukan agar publik dapat memantau jenis vaksin yang didistribusikan proporsional dengan kebutuhan daerah, guna memastikan agar tidak ada lagi masyarakat yang kesulitan mengakses vaksin atau adanya vaksin yang kadaluarsa.

Oleh sebab itu, kami Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan mendorong agar pemerintah:

  1. Melakukan investigasi dan menindak tegas petugas, pejabat, kelompok lainnya yang terbukti melakukan penyimpangan dan penyalahgunaan program vaksinasi Covid-19.
  2. Membuka informasi terkait distribusi vaksin yang dilakukan ke setiap daerah, baik vaksin yang didistribusikan oleh Kementerian Kesehatan maupun TNI dan POLRI serta organisasi masyarakat lain.
  3. Kementerian kesehatan berkewajiban untuk membuka informasi secara rinci vaksin yang telah terdistribusi ke daerah, mulai dari jenis vaksin hingga tanggal kadaluarsa vaksin.
  4. Kementerian Kesehatan berkewajiban membuka hasil audit pemeriksaan vaksinasi Covid-19 yang telah dilakukan bersama BPKP.

 

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan

Narahubung:

Firdaus Ferdiansyah, LaporCovid-19 (087838822426)

Agus Sarwono, Transparency International Indonesia (08126992667)

 

 

 

Siaran pers ini dapat diunduh melalui tautan berikut

Peneliti LaporCovid-19 menduga 16.000 kematian Covid-19 tak diumumkan

Tren angka kematian akibat Covid-19 mengalami penurunan signifikan pada November-Desember 2021. Bahkan, pada 17 Desember 2021, jumlah kematian di Pulau Jawa lebih rendah dibandingkan wilayah lainnya. Padahal, selama ini Jawa menjadi episentrum pandemi Covid-19 dengan jumlah kematian yang sangat banyak.