SIARAN PERS

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan “Pandemi Menuju Endemi, Insentif Nakes Belum Tuntas”

 

15 Januari 2023 Dua tahun pandemi Covid-19, tenaga kesehatan masih harus terus berjuang menangani pasien Covid-19. Tak jarang diantara mereka yang jatuh sakit, hingga harus mengorbankan nyawa mereka. Oleh karenanya, pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No.HK. 01. 07/ Menkes/770/2022 berjanji untuk memberikan hak insentif kepada seluruh tenaga kesehatan yang menangani Covid-19.

Meski kasus Covid-19 saat ini mulai menurun, masih banyak persoalan yang harus dihadapi oleh tenaga kesehatan. Salah satunya adalah insentif yang dipotong karena pemerintah berdalih tidak memiliki anggaran hingga insentif tak kunjung disalurkan. Selama tahun 2022, kami mendapati sedikitnya 241 laporan warga terkait insentif tenaga kesehatan yang menangani Covid-19. Terbaru, kami mendapatkan laporan terkait insentif tenaga kesehatan di Kota Semarang, Jawa Tengah yang berujung pada pemberhentian kontrak kerja sepihak karena dianggap telah menjelekkan institusi rumah sakit.

Berjuang mendapatkan hak berujung pemutusan hubungan kontrak

Pada Juli 2022, kami mendapat laporan dari salah satu tenaga kesehatan pada sebuah rumah sakit di Kota Semarang, Jawa Tengah di mana insentifnya sebagai Nakes yang menangani pasien Covid-19 pada Februari dan Maret 2022 belum dibayar. Laporan tersebut kemudian diteruskan ke Pemerintah Kota Semarang dan Kementerian Kesehatan. Namun, hasilnya nihil. Sebaliknya, tenaga kesehatan tersebut justru dipanggil dan diancam mendapatkan sanksi oleh jajaran direksi rumah sakit.

Sebelumnya, LaporCovid-19 bersama dengan LBH Semarang telah mengirimkan surat klarifikasi untuk menjelaskan kembali persoalan penyelesaian insentif tenaga kesehatan untuk meminimalisir risiko pemberhentian status pegawai tenaga kesehatan tersebut. Selang beberapa bulan setelahnya, tepatnya pada 02 Januari 2023, tenaga kesehatan tersebut tetap diberhentikan melalui Surat Keputusan Penghentian Kontrak Kerja dengan alasan tidak lulus pada ujian perpanjangan kontrak.

Pemberhentian kontrak kerja setelah tenaga kesehatan memperjuangkan hak insentifnya membuktikan bahwa Pemerintah Kota Semarang dan jajarannya belum sepenuhnya menerapkan tata kelola layanan publik yang baik, responsif, terbuka, akuntabel, mendorong, memfasilitasi dan melindungi partisipasi masyarakat. Pemerintah Kota Semarang justru berfokus pada penghentian suara kritis warga terkait hak-haknya. Padahal, layanan publik yang baik merupakan salah satu syarat terpenuhinya Hak Asasi Manusia, terutama pada akses layanan kesehatan di masa pandemi.

Semestinya, laporan warga bukan penghambat kinerja instansi, kritik tidak konstruktif, atau dianggap mencemarkan nama baik instansi. Sebaliknya, laporan warga justru berguna untuk mengontrol jalannya birokrasi sebuah instansi dan kebijakan yang ditetapkan. Dalam hal ini, Nakes yang berjasa dalam penanganan Covid-19 justru tidak mendapatkan perlindungan yang memadai, tidak mendapatkan hak insentifnya, dan berisiko kehilangan pekerjaan jika menuntut haknya.

Oleh sebab itu, kami Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan mendorong agar pemerintah segera:

  1. Menyalurkan dan menyelesaikan permasalahan insentif tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 di Kota Semarang;
  2. Membatalkan Surat Keputusan Penghentian Kontrak Kerja kepada tenaga kesehatan yang berjuang mendapatkan hak insentifnya;
  3. Menghentikan segala bentuk intimidasi dan ancaman bagi warga yang bersuara untuk perbaikan layanan publik selama pandemi;
  4. Menyediakan layanan publik yang baik, responsif, terbuka, akuntabel, mendorong, memfasilitasi dan melindungi partisipasi warga sehingga warga tidak merasa takut akan konsekuensi dari laporannya.

 

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan

 

Narahubung:


Siswo – LaporCovid-19
+6281235623778

 

Siaran pers ini dapat diunduh melalui tautan berikut