Agar New Normal Tidak Menjadi New Abnormal: Penuhi Syarat Epidemiologi dan Sosial

Agar New Normal Tidak Menjadi New Abnormal: Penuhi Syarat Epidemiologi dan Sosial

 

Jakarta, 31 Mei 2020. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan, pandemi Covid-19 kemungkinan masih akan terus bersirkulasi dalam waktu yang lama. Vaksinnya kemungkinan belum tersedia hingga akhir tahun ini. Bahkan, jika nanti vaksin ditemukan, butuh waktu dan upaya besar-besaran untuk kemudian mendistribusikannya. Karena itu, masyarakat global disarankan bersiap menghadapi kemungkinan terburuk ini dan menyiapkan transisi ke normal baru.

Ada enam syarat yang diajukan WHO sebelum suatu negara melonggarkan pembatasan dan memasuki normal baru. Pertama, bisa menunjukkan bukti bahwa transmisi Covid-19 telah terkendali. Syarat berikutnya, kapasitas sistem dan kesehatan masyarakat termasuk rumah sakit telah memadai untuk mengidentifikasi, mengisolasi, menguji, melacak kontak, dan mengkarantina mereka yang terinfeksi.

Selain mencegah terjadinya kembali risiko kasus impor, risiko Covid-19 juga harus diminimalkan, terutama di kelompok rentan seperti lanjut usia. Langkah pencegahan di tempat kerja juga harus ditetapkan dengan ketat, meliputi jaga jarak fisik, adanya fasilitas cuci tangan, dan sirkulasi udara yang baik.

Selain indikator epidemiologi, kapasitas kesehatan dan daya dukung fasilitas fisik, WHO juga memberikan syarat yang berdimensi sosial, yaitu pemahaman risiko masyarakat dalam transisi menuju normal baru.

Setelah memenuhi enam syarat utama ini, sejumlah negara saat ini bersiap menuju normal baru, di antaranya New Zealand, Vietnam, Taiwan, Korea Selatan, Singapore dan lain-lain.

Unduh Siaran Pers LaporCovid-19 31 Mei 2020 versi PDF

 

Apa yang Bisa Dipetik Dari Nihilnya Kasus COVID-19 di Baduy Luar? Baca selengkapnya di artikel “Apa yang Bisa Dipetik Dari Nihilnya Kasus COVID-19 di Baduy Luar?”, https://tirto.id/gggK

?Sebetulnya dari sisi kerentanan kurang lebih sama dengan mereka yang tinggal dengan setting kawasan urban. Persoalan fasilitas kesehatan itu yang menambah kerentanan [masyarakat adat],? ucap Irma Hidayana dari LaporCOVID-19, kanal laporan warga (citizen reporting platform) yang digunakan sebagai tempat berbagi informasi mengenai kejadian terkait COVID-19 namun luput dari jangkauan pemerintah.

LaporCOVID-19 dan Pemprov DKI Gandeng Inggris Kembangkan Platform Data Corona di Jakarta

Liputan6.com, Jakarta –?Untuk meningkatkan pengumpulan data dan penyebaran informasi Virus Corona COVID-19 di?Indonesia, platform data?LaporCOVID-19 dan Kedutaan Besar Inggris Jakarta pada Kamis (3/9/2020) meluncurkan tahap kedua dari proyek kemitraan mereka.

Menindaklanjuti Studi Persepsi Risiko di DKI Jakarta yang dirilis LaporCOVID-19, merupakan kegiatan yang disepakati antara Kedutaan Besar Inggris Jakarta, LaporCOVID-19, dan pemerintah Ibu Kota.

LaporCovid-19: Covid Harus Dihadapi, Tidak Bisa Berdamai

TEMPO.CO,?Jakarta?Koalisi Warga untuk LaporCovid-19 mengkritik pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta masyarakat menjalani hidup?new?normal dan berdamai dengan? Covid-19. Menurut Koalisi, pemerintah seharusnya mengajak masyarakat bersama-sama melawan Covid-19. ?Kita tidak bisa berdamai. Kita perlu mempersiapkan diri dan menghadapinya dalam waktu yang lama,? ujar salah satu inisiator Koalisi, Irma Hidayana, Ahad, 17 Mei 2020.

Apalagi, ujar Irma, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa pandemi ini kemungkinan belum bisa diatasi dalam waktu dekat. Bahkan, muncul kekhawatiran, virus ini bakal menjadi endemik atau terus bersirkulasi pada populasi manusia sampai ditemukannya vaksin yang efektif dan diterapkan secara massal.

Covid-19: Bukan Berdamai, Tapi Berjuang Bersama Melawan Covid-19

SIARAN PERS

Covid-19: Bukan Berdamai, Tapi Berjuang Bersama Melawan Covid-19

 

Jakarta, 17 Mei 2020. Kita semua tentu berharap, pandemi Covid-19 bisa segera berakhir. Namun kita sepertinya perlu mempersiapkan diri dan menghadapinya dalam waktu yang lama. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan, pandemi ini kemungkinan belum bisa diatasi dalam waktu dekat. Bahkan, muncul kekhawatiran, virus ini bakal menjadi endemik atau terus bersirkulasi pada populasi manusia sampai ditemukannya vaksin yang efektif dan diterapkan secara massal.

Melihat dinamika ini, Pemerintah Indonesia telah meminta masyarakat untuk mengubah perilaku dan menyesuaikan diri dengan berdamai dengan virus korona baru ini. Dalam siaran pers pada Sabtu (16/5), Juru Bicara Gugus Tugas Achmad Yurianto mendefinisikan, pola hidup baru itu di antaranya agar masyarakat agar melakukan kehidupan normal, yang diimbangi dengan upaya membiasakan untuk mencuci tangan dengan sabun, menggunakan masker, menghindari kerumunan, dan tidak keluar rumah jika tidak perlu.

Sekalipun menyatakan belum melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), namun aktivitas masyarakat sudah kembali ramai. Antrean panjang dengan melibatkan massa dalam jumlah besar terjadi Bandara Soekarno-Hatta pada Kamis lalu, seiring dengan pembukaan kembali penerbangan. Sebelumnya, keramaian massa dalam jumlah besar juga terjadi di salah satu gerai makanan siap saji di Jakarta.

Silahkan unduh siaran pers berikut melalui tautan berikut ini

 

Kematian Terduga Covid-19 Lebih Tinggi Dari Angka Resmi

Independen?– Angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia masih diragukan akurasinya,? karena masih ada hambatan dalam penyediaan alat test molekuler (PCR)? maupun kecepatan waktu pemeriksaan dari pengambilan sampel sampai hasil laboratorium keluar.

Pemeriksaan tes molekuler (PCR) atau dikenal swab test, masih jauh dari target pemerintah yaitu 10.000 test per hari.

“Hingga saat ini, Indonesia masih memiliki kapasitas tes per populasi sangat rendah, bahkan termasuk paling rendah di Asia. Data di worldmeters.info pada Minggu (10/5), Indonesia baru melakukan pemeriksaan 552 orang per sejuta penduduk. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan Filipina sebanyak 1.439 orang per sejuta, Malaysia yang sudah memeriksa 7.573 orang per sejuta, atau Korea Selatan sebanyak 12.949 orang per sejuta,” kata Irma Hidayana, PhD, MPH dari Koalisi Warga untuk LaporCovid19 saat konferensi pers daring kemarin (11/5/2020).

Akses dan Jumlah Tes Molekuler (PCR) dan Pencatatan Kematian yang Baik Sebagai Landasan Pengambilan Kebijakan terkait Covid-19

SIARAN PERS

Akses dan Jumlah Tes Molekuler (PCR) dan Pencatatan Kematian yang Baik Sebagai Landasan Pengambilan Kebijakan terkait Covid-19

 

Jakarta, 11 Mei 2020. Rencana pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menuai kontroversi. Kebijakan ini dinilai tidak didasarkan pada data-data yang teruji secara ilmiah dan transparan, sehingga dikhawatirkan bakal meningkatkan risiko keselamatan masyarakat. Padahal, Permenkes No. 9 Tahun 2020 tentang PSBB mensyaratkan perlunya bukti ilmiah untuk menilai keberhasilan pelaksanaan PSBB dalam menurunkan jumlah kasus baru, sebelum memutuskan pelonggaran.

Kolaborator LaporCovid-19 , yang juga kandidat doktor epidemiologi dari Griffith University, dr. Dicky Budiman menyebutkan, evaluasi PSBB harus didukung data valid, terutama angka reproduksi kasus (Ro) sebelum dan sesudah intervensi. Intervensi dianggap berhasil jika nilai Ro semakin menurun setelah intervensi hingga mendekati nol, yang artinya tidak lagi terjadi penularan.

LaporCovid-19 bersama dengan kolaboratornya mengkaji data yang resmi dari pemerintah dan laporan warga menyimpulkan bahwa kendala untuk membangun data yang baik di antaranya terjadinya sumbatan dalam pemeriksaan dan pelaporan hasil Covid-19 dan tidak lengkapnya data laporan kematian.

Untuk pemeriksaan dengan menggunakan tes molekuler (PCR), sekalipun mulai terjadi peningkatan jumlah, namun masih belum mencapai 10.000 test per hari seperti telah ditargetkan pemerintah sejak sebulan lalu. Hingga saat ini, Indonesia masih memiliki kapasitas tes per populasi sangat rendah, bahkan termasuk paling rendah di Asia. Data di worldmeters.info pada Minggu (10/5), Indonesia baru melakukan pemeriksaan 552 orang per sejuta penduduk. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan Filipina sebanyak 1.439 orang per sejuta, Malaysia yang sudah memeriksa 7.573 orang per sejuta, atau Korea Selatan sebanyak 12.949 orang per sejuta.

 

 

Siaran pers ini dapat diunduh melalui tautan berikut

Kematian Akibat Covid-19 Bisa Hingga Tiga Kali Lipat

Sesuai pedoman terbaru yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 April 2020, orang yang bergejala klinis diduga Covid-19 harus dimasukin sebagai korban pandemi. Mengacu pedoman tersebut, angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia bisa tiga kali lebih banyak dari data yang dirilis Pemerintah.

Jika ada dugaan kasus kematian karena Covid-19 disekitarmu, yuk sapa bot kami di:

WhatsApp: wa.me/6281293149546
Telegram: t.me/laporcovid19bot

Salam solidaritas!