Pemerintah Diprotes Habis-Habisan Terkait Kebijakan Pemotongan Insentif Nakes Sebanyak 50 Persen

MOJOK.CO???Kebijakan (yang sebenarnya nggak bijak-bijak amat) pemerintah memotong insentif tenaga kesehatan sebesar 50 persen melahirkan polemik yang sangat besar.?

Kabar tentang rencana pemotongan insentif terhadap tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 sebesar 50 persen tentu saja menjadi kabar yang cukup menyesakkan bagi banyak tenaga kesehatan. Maklum saja, di saat jumlah tenaga kesehatan yang gugur karena Covid-19 semakin banyak, perhatian kepada tenaga kesehatan seharusnya justru semakin besar, bukannya malah sebaliknya.

Insentif Nakes Dipotong, LaporCovid-19: Ada 75,6% dari 160 Nakes Belum Terima Insentif

TEBET, AYOJAKARTA.COM — Pemerintah mengurangi besar?an nilai insentif yang diterima oleh tenaga kesehatan (nakes) untuk tahun ini. Besaran pe?mangkasan insentif tenaga ke?sehatan tersebut bahkan men?capai Rp7,5 juta. Padahal, berdasarkan data LaporCovid-19 menunjukkan sebanyak 75,6% dari 160 nakes belum menerima insentif. “LaporCovid temukan ada 75,6% nakes yang sama sekali belum menerima dana insentif sesuai KMK 2597/2020. Kalo pun menerima, 24% nya tidak utuh alias dipotong,” cuit akun Twitter @LaporCovid, Kamis (4/2/2021).

Penanganan Pandemi Bermasalah: Pemerintah Makin Abai Terhadap Perlindungan Tenaga Kesehatan

SIARAN PERS
Penanganan Pandemi Bermasalah: Pemerintah Makin Abai Terhadap Perlindungan Tenaga Kesehatan

 

Kebijakan pemerintah penanganan Covid-19 kembali menuai persoalan. Pada 1 Februari 2021 lalu Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengirimkan surat kepada Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengenai permohonan perpanjangan pembayaran insentif bulanan dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan dan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang menangani Covid-19. Dalam surat tersebut tercantum besaran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang dipotong oleh pemerintah.

Besaran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 2539 tahun 2020 . Dalam aturan tersebut besaran insentif yang didapatkan oleh tenaga kesehatan bervariasi: Dokter Spesialis Rp15 juta; Dokter Umum dan Gigi Rp10 juta; Bidan dan Perawat Rp7,5 juta; dan Tenaga Medis Lainnya Rp5 juta. Sedangkan dalam surat yang dikirimkan oleh Menteri Keuangan, insentif yang berhak didapatkan oleh tenaga kesehatan dipotong 50 persen.

Tak berhenti disitu, akhir Januari lalu, Indonesia menduduki peringkat atas se-Asia dengan kasus aktif terbanyak yakni 174.083 kasus. Buruknya tata kelola tidak diimbangi dengan politik anggaran yang berfokus pada penanganan pandemi Covid-19. Alih-alih memperbesar anggaran kesehatan, pemerintah di tahun 2021 malah menaikkan anggaran infrastruktur sekitar 67 persen atau menjadi sebesar Rp417,4 triliun dibanding dengan tahun sebelumnya yang hanya Rp281,1 triliun.

Dalam APBN 2021, anggaran untuk bidang kesehatan khususnya penanganan Covid-19 mengalami penurunan cukup drastis. Tahun 2020 pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan khusus Covid-19 sebesar Rp87,55 triliun. Sedangkan tahun 2021 anggaran tersebut turun menjadi Rp60,5 triliun. Pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan ini diduga disebabkan adanya penurunan alokasi anggaran untuk Covid-19.

Buruknya tata kelola penanganan Covid-19 oleh pemerintah juga terlihat pada aspek realisasi anggaran penyaluran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan. Per tanggal 11 Desember 2020, pemerintah baru menggelontorkan insentif tenaga kesehatan kepada 485.557 orang dengan total anggaran sebesar Rp3,09 triliun. Sedangkan santunan kematian baru diberikan kepada 153 keluarga atau 20 persen dari 647 tenaga kesehatan yang meninggal dengan anggaran sebesar Rp46,2 miliar.

Masih banyaknya tenaga kesehatan yang belum mendapatkan insentif dan santunan kematian salah satu penyebabnya karena belum tata kelola data yang dimiliki oleh pemerintah buruk. Berdasarkan data LaporCovid-19 per tanggal 26 Januari 2020, ada sebanyak 75,6 persen atau sekitar 120 orang dari 160 tenaga kesehatan yang belum mendapatkan insentif. Sedangkan 24 persen lainnya menerima insentif namun tidak sesuai dengan Kepmenkes 2539/2020.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka kami mendesak agar:

1. Pemerintah membatalkan kebijakan terkait pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan;

2. Pemerintah segera merealisasikan pemberian insentif dan santunan kematian kepada tenaga kesehatan;

3. Pemerintah harus segera memperbaiki data terkait dengan penyaluran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan;

4. BPK, KPK segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap anggaran penanganan Covid-19.

 

 

Jakarta, 3 Februari 2020

Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan

Indonesia Corruption Watch (ICW), LaporCovid19, Lokataru Foundation, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)

 

 

Narahubung:
Firdaus (087838822426)
Wana Alamsyah (087878611344)

LaporCovid-19: 75,6% Nakes Belum Terima Insentif, Kini Dipotong Pemerintah?

Sementara per 27 Januari 2021, LaporCovid-19 juga menerima laporan dari 7 keluarga tenaga kesehatan yang belum menerima santunan kematian. Dikhawatirkan, jumlah keluarga yang belum menerima santunan ini jauh lebih banyak, namun mereka belum melaporkan.

Apabila dilihat dari data nasional, Kementerian Keuangan per 11 Desember 2020, baru mencairkan dana santunan terhadap 153 nakes yang meninggal karena Corona.

LaporCovid-19: 75,6% Nakes Belum Terima Insentif, Kini Dipotong Pemerintah?

JAKARTA?- Pandemi?Covid-19?sudah hampir satu tahun lamanya. Kasus Covid-19 juga semakin bertambah, bahkan semakin banyak para tenaga kesehatan (nakes) sebagai garda terdepan dalam penanganan Covid-19 yang gugur akibat keganasan virus ini.

Namun, yang memprihatinkan bahwa dari data LaporCovid-19 menunjukkan sebanyak 75,6% dari 160 nakes belum menerima insentif. ?LaporCovid temukan ada 75,6% nakes yang sama sekali belum menerima dana insentif sesuai KMK 2597/2020. Kalo pun menerima, 24% nya tidak utuh alias dipotong,? dikutip MNC Portal Indonesia dari akun Twitter @LaporCovid, Kamis (4/2/2021)

Sikap Ragu Menteri Hambat Penanganan Pandemi

JAKARTA?- Keraguan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin?terhadap lembaganya sendiri dinilai akan berdampak buruk pada penanggulangan wabah Covid-19. Chief Strategist Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI),?Yurdhina Meilissa, mengatakan alih-alih?mempercepat penanggulangan?pandemi, ketidakpercayaan Menteri bakal memperlambat pekerjaan.

Menurut Yurdhina, sistem kerja di Kementerian Kesehatan sangat berbeda dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tempat Budi berkarier sebelumnya. Tidak seperti BUMN yang memikirkan profit, Kementerian Kesehatan seharusnya tidak mengutamakan keuntungan.

Selain itu, kata Yurdhina, tugas Kementerian Kesehatan bersifat desentralisasi yang harus bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Jika Menteri Budi tidak bisa menjalankan mesin birokrasi yang ada,?penanganan Covid-19 hingga ke masyarakat paling bawah dikhawatirkan tidak tercapai. “Menterinya sibuk mengorganisasi pekerjaan dengan pihak ketiga, tapi Kementerian Kesehatan?berjalan pakai cara lama,” kata Yurdhina kepada?Tempo, kemarin.