Lebih 3 Ribu Tenaga Kesehatan Covid-19 Dilaporkan Belum Dapat Insentif

JAKARTA?- Gerakan LaporCovid-19 mendapat pengaduan bahwa masih banyak tenaga medis yang belum menerima dana insentif?Covid-19. Sejak Januari-Maret 2021 ada sebanyak 3.443 tenaga medis yang belum menerima dana insentif Covid-19.

Relawan LaporCovid-19 Firdaus Ferdiansyah mengatakan, selama dua periode pihaknya membuka layanan pengaduan sejak Januari-Maret 2021 ada sejumlah tenaga medis yang melapor belum mendapatkan dana insentif.

“Pada periode pertama 5 Januari sampai 8 Februari dan periode kedua 8 Februari sampai 18 Maret 2021 hasilnya secara akumulatif 3.443 tenaga kesehatan belum menerima insentif,” kata Firdaus dalam konferensi pers, Selasa (11/5/2021).

LaporCovid-19: 3.443 Nakes Telat Dapat Insentif Januari-Maret

Jakarta, CNN Indonesia –?Lembaga?LaporCovid-19?mengatakan 3.443 tenaga kesehatan telat menerima insentif Januari-Maret 2021. Jumlah tersebut didapat dari laporan yang diterima selama dua periode mulai 8 Januari-5 Februari, dan 5 Februari-18 Maret 2021.

“Hasilnya terakumulasi sedikitnya terdapat 3.443 tenaga kesehatan belum menerima insentif mereka,” kata relawan LaporCovid-19, Firdaus Ferdiansyah dalam jumpa pers daring, Selasa (11/5).

LaporCovid19 Terima Laporan Masih Ada Nakes yang Belum Terima Insentif

Suara.com -?Koalisi Warga untuk LaporCovid19 masih menemukan adanya kasus?tenaga kesehatan?(nakes) yang belum mendapatkan intensif penanganan Covid-19 dari pemerintah.

Meskipun sudah ada nakes yang menerima, namun tetap saja intensif yang diberikan bermasalah. Relawan LaporData, Firdaus Ferdiansyah memaparkan, data yang terhimpun per 6 Mei 2021. Setidaknya ada 41 nakes yang belum memperoleh insentif.?

“Ada sekitar 41 nakes yang belum menerima insentif, 30 lainnya sudah menerima, tetapi mereka juga menyampaikan keluhan artinya insentif atau penyaluran insentif mereka bermasalah,” kata Firdaus dalam paparannya melalui daring, Selasa (11/6/2021).

Pemenuhan Hak Insentif dan Perlindungan Tenaga Kesehatan

Jakarta, 10 Mei 2021 – Lebih dari setahun pandemi Covid-19 melanda. Selama ini pula Rumah Sakit Darurat Corona Wisma Atlet (RSDC Wisma Atlet) menampung dan merawat pasien Covid-19. Untuk menunjang operasional, RSDC Wisma Atlet merekrut relawan tenaga kesehatan yang cukup besar. Setidaknya terdapat 1545 perawat dan 249 dokter ditambah sejumlah tenaga kesehatan yang lain seperti epidemiolog, sopir ambulans, sanitarian, apoteker, ahli teknologi laboratorium medik, elektromedik dan fisikawan medik. Mereka berjuang setiap hari untuk merawat para pasien Covid-19 tanpa lelah.

Antisipasi Tsunami Covid-19

Berdasarkan data yang dihimpun oleh laporcovid19.org Indoneisa banyak kehilangan tenaga kesehatan, tercatat hingga 6 Mei 2021 jumlah tenga kesehatan yang gugur dalam melawan Covid-19 berjumlah 900 orang, diantaranya Dokter sebanyak 343 orang, Perawat 288, Dokter Gigi 33 orang, Sanitarian 5 orang, Bidan 145 orang, Terapis Gigi 3 orang, Petugas Ambulan 2 orang, Rekam Radiologi 6 orang ATLM 26 orang, Apoteker 8 orang, Elektromedik 3 orang, Fisikawan Medik 1 orang, Entomolog Kesehatan 1 orang, Epidemolog 2 orang, Tenaga Farmasi 3 orang dan Lain-lain 31 orang.

Lebaran Sepekan Lagi dan Baru Keluarkan Pembatasan Bukber: Kebijakan Telat

Suara.com – Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan surat edaran tentang pembatasan kegiatan buka puasa bersama selama Ramadhan dan pelarangan halal bihalal.

Namun instruksi pemerintah tersebut dianggap epidemiolog dan beberapa warganet sebagai hal yang terlambat mengingat puasa hanya sekitar satu minggu lagi dan telah terjadi klaster bukber.

Namun Kemendagri menegaskan surat edaran ini tidak telat karena merupakan kebijakan lanjutan untuk menajamkan upaya yang telah dilakukan sebelumnya, seperti pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan mengatakan klaster bukber adalah satu dari klaster lain seperti perkantoran, tarawih dan mudik yang berkontribusi meningkatkan kasus Covid-19 di Bulan Ramadhan.

Lebaran sepekan lagi dan pemerintah baru keluarkan pembatasan bukber, warganet dan epidemiolog sebut ‘kebijakan yang telat’

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan surat edaran tentang pembatasan kegiatan buka puasa bersama (bukber) selama Ramadan dan pelarangan halal bihalal.

Namun instruksi pemerintah tersebut dianggap epidemiolog dan beberapa warganet sebagai hal yang terlambat mengingat puasa hanya sekitar satu minggu lagi dan telah terjadi klaster bukber.

Namun Kemendagri menegaskan surat edaran ini tidak telat karena merupakan kebijakan lanjutan untuk menajamkan upaya yang telah dilakukan sebelumnya, seperti pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan mengatakan klaster bukber adalah satu dari klaster lain seperti perkantoran, tarawih dan mudik yang berkontribusi meningkatkan kasus Covid-19 di Bulan Ramadhan.

Sistem Karantina Lemah, Penyebaran Covid-19 Kian Berbahaya

JAKARTA Sistem karantina pada masa pandemi Covid-19 bagi warga negara asing yang masuk ke Indonesia masih lemah. Hal ini, antara lain, tampak pada kasus WNA yang berkeliaran di hotel karantina dan pungutan sejumlah uang kepada WNA untuk menghindari karantina. Longgarnya sistem karantina tersebut bisa membahayakan masyarakat seiring munculnya varian baru Covid-19.

Tes Covid-19 Indonesia, Minim dan Rentan Dikorupsi

JAKARTA Tes Covid-19 di Indonesia masih jadi problem meski pandemi sudah berlangsung lebih dari setahun. Selain jumlahnya masih minim dan tidak merata, tes Covid-19 juga rentan dikorupsi dengan modus pemalsuan dan pemakaian alat tes bekas. Tanpa pengawasan ketat pemerintah, praktik buruk ini bakal berlanjut.