“Berdasarkan temuan Tim LaporCovid-19 terdapat 2.313 pasien isoman Covid-19 yang meninggal dunia di luar rumah sakit. Ini perlu menjadi perhatian semua pihak. Pasalnya, temuan ini menunjukkan berbagai kelemahan dalam penanganan orang yang terpapar. Apalagi, data yang disampaikan tersebut bisa saja berbeda dengan data yang dimiliki pemerintah,” kata Saleh melalui rilis yang diterima?Parlemetaria, Jumat (23/7/2021).
Israel ‘pass’ returns, Indonesia cases up
“The actual number is of course higher as we have not received reports from more provinces,” said Fariz Hibban, data analyst at LaporCovid-19.
Seberapa Efektifkah PPKM Darurat?
PRESS RELEASE
Seberapa Efektifkah PPKM Darurat?
22 Juli 2021 – Pemerintah telah menetapkan PPKM Darurat melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 15 Tahun 2021 untuk merespon lonjakan kasus akhir-akhir ini. Pada saat yang sama, Menteri Kesehatan menyampaikan bahwa pemerintah akan meningkatkan jumlah tes harian menjadi 400 ribu sampai 500 ribu tes per hari, karantina untuk seluruh kontak erat dari kasus terkonfirmasi, dan akan menjamin sarana dan prasarana fasilitas kesehatan.1 Namun di lapangan yang terjadi justru penurunan jumlah testing dari di atas 100 ribu orang per hari merosot menjadi hanya 65 ribu-an orang pada 21 Juli 2021.
Implementasi PPKM Darurat mencakup penutupan, penyekatan wilayah, dan pelarangan pembukaan beberapa tempat yang berpotensi menjadi pusat kerumunan. Akan tetapi, kebijakan ini banyak dilanggar. Warga mengeluhkan penutupan mengganggu pencarian nafkah
sehari-hari mereka, warga juga mengeluhkan sejumlah pelanggaran terhadap aturan PPKM Darurat yang dilakukan oleh beberapa kantor.
Temuan
Melalui kanal chatbot, LaporCovid19 menerima 528 laporan warga selama dilakukan PPKM Darurat sepanjang 3-24 Juli 2021. Laporan ini beragam, mulai dari pelanggaran protokol kesehatan, kurang memadainya fasilitas kesehatan hingga laporan mengenai stigma dan bantuan sosial. 302 laporan di antaranya mengeluhkan pelanggaran protokol kesehatan di perkantoran dan pusat bisnis, di tempat publik, seperti lapangan, pinggir jalan raya, dan tempat sejenis serta banyaknya individu yang terkonfirmasi positif tapi tidak melakukan isolasi.
Di sektor perkantoran, laporan dari pegawai perbankan dan buruh justru menunjukkan tidak adanya perlindungan kesehatan dari pemberi kerja. Pegawai bank dan pekerja pabrik tetap harus bekerja seperti biasa, meski terdapat kasus positif di lingkungan kerja. Bahkan perlindungan terhadap tenaga kerja bank tidak diindahkan, beberapa kasus positif di lingkungan kerja ini pun sering ditutupi oleh kantor dan kantor tidak melakukan upaya perlindungan.
Kami juga menerima keluhan masyarakat tentang layanan kesehatan sebanyak 161 laporan tentang keluhan sulitnya mendapatkan Rumah Sakit, tempat isolasi, pelayanan Puskesmas, dan konsultasi daring. Kami juga menerima 48 laporan tentang stigma di masyarakat dalam bentuk pengucilan sampai kekerasan. Di mana warga yang terkonfirmasi positif justru dikucilkan, bahkan diusir dari kos atau lingkungan, dan kesulitan mendapatkan tempat isolasi. Selain itu, kami menerima 16 laporan tentang Bansos, di mana warga mengeluhkan belum
mendapat bantuan sosial di masa PPKM Darurat ini.
Berdasarkan temuan tersebut, LaporCovid-19 mendorong pemerintah untuk:
- Tidak melakukan penertiban, pemaksaan, dan penyekatan beserta sanksinya tanpa ada kompensasi jaminan pemenuhan kebutuhan sehari-sehari. Sehingga, penerapan PPKM harus dilakukan bersamaan dengan pemenuhan jaminan kebutuhan masyarakat.
- Pengurangan kapasitas bekerja di kantor (WFO) bagi sektor esensial (maksimal 35%). Pemerintah wajib memastikan bahwa perusahaan atau perkantoran, baik swasta atau negeri mematuhi aturan ini demi menekan dan mencegah angka penularan di
lingkungan kerja. - Penerapan PPKM harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas 3T (testing, tracing, dan treatment) secara konsisten. Pemerintah harus secara konsisten meningkatkan 3T sesuai rekomendasi WHO dengan melakukan setidaknya 1 tes per 1000 penduduk
setiap minggunya. Di dalam konferensi pers ini, Yemiko Happy dari LaporCovid-19 menuturkan bahwa tingginya laporan warga menunjukkan pelaksanaan PPKM Darurat masih tidak dilakukan dengan efektif oleh pemerintah. Tidak adanya jaminan pemenuhan kebutuhan dasar selama PPKM Darurat menyebabkan masyarakat tetap beraktivitas untuk mencari nafkah.
Menanggapi laporan warga yang masuk di LaporCovid-19, Yanuar Nugroho, peneliti kebijakan publik, menyampaikan bahwa pemerintah perlu mengambil kebijakan dalam penanganan pandemi berdasarkan data yang robust. “Saya melihat bahwa keputusan yang diambil oleh
pemerintah mengenai PPKM darurat, termasuk potensi kelonggarannya berdasarkan bukti yang trivial, seperti angka kasus yang menurun, padahal itu karena angka pemeriksaan yang menurun.”
Narahubung:
Yemiko Happy (+62 813-5898-2549)
SIARAN PERS Evaluasi PPKM Darurat ini dapat diunduh melalui tautan berikut
Silahkan unduh materi presentasi melalui tautan berikut ini
LaporCovid Tuding Kemenkes Manipulasi 18.747 Data Kematian Pasien COVID-19
Jakarta, HanTer – LaporCovid19 menunding Kementerian Kesehatan atau Kemenkes ?korupsi? data kasus Covid-19 di tingkat kabupaten dan kota. Lewat akun Twitter @LaporCovid pada 18 Juli 2021, disebutkan bahwa ?Kemenkes menghilangkan data Covid-19 sebanyak 18.747 orang atau 26 persen dari data yang dilaporkan kabupaten/kota pada 16 Juli 2021.
Countering the information void to beat COVID-19
COVID-19 rates of infection in Indonesia have?increased dramatically since June 2021, but accessing reliable, real-time, data on the spread of the disease has proved difficult. In recent weeks, Indonesia has been dubbed Asia?s and indeed the?world?s new ?epicentre??for COVID-19, with the?highest reported rate of daily cases?in the world in recent days.
Koalisi Masyarakat untuk Keadilan Akses Kesehatan Cabut PMK 19/2021 Vaksin Berbayar
SIARAN PERS
Koalisi Masyarakat untuk Keadilan Akses Kesehatan Cabut PMK 19/2021 Vaksin Berbayar
18 Juli 2021– Setelah menuai protes dari berbagai kalangan, termasuk Koalisi untuk Keadilan Akses Kesehatan, pada 16 Juli 2021 melalui Sekretaris Kabinet Negara, Pramono Anung, Presiden Jokowi akhirnya menyampaikan bahwa vaksin berbayar dibatalkan.
Respon Presiden ini tentu kami apresiasi. Namun, membatalkan secara lisan saja tidak cukup. Selama Peraturan Menteri Kesehatan No. 19/2021 yang menjadi dasar penyelenggaraan vaksinasi berbayar belum dicabut, maka program vaksinasi gotong royong berbayar ini masih belum batal. Sehingga Koalisi akan terus mengawal dan mendesak Menteri Kesehatan RI untuk segera mencabut PMK 19/2021 sebagai bukti pembatalan vaksin berbayar.
Pada konferensi pers ini, Irma Hidayana, Co-leader LaporCovid-19 mengatakan PMK 19/2021 Harus dicabut untuk menjamin bahwa vaksin Covid-19 benar-benar gratis bagi seluruh warga, dan agar tidak disalahgunakan di kemudian hari, baik itu minggu depan atau bulan-bulan berikutnya.
Dominggus Christian dari LBH Masyarakat menegaskan bahwa Koalisi akan terus mengawal pencabutan ini, dan harapan kami akan dibuatkan aturan baru yang mengakomodir masyarakat dalam hal keadilan akses vaksin.
Di sisi lain, di tengah keterbatasan vaksin, walau pemerintah sudah mengamankan sejumlah dosis vaksin, namun masih ada kesulitan untuk mengakses vaksin di daerah. Vaksinasi massal lebih banyak berjalan di kota-kota besar sementara kendala kehabisan kuota vaksinasi, sulitnya registrasi, hingga perbedaan domisili masih dirasakan oleh sebagian besar masyarakat.
Keterlibatan swasta memang diperlukan dalam percepatan pencapaian target vaksinasi (bukan herd-immunity), namun mestinya perusahaan swasta seperti PT. Kimia Farma dan lainnya berkontribusi membantu pelaksanaan program vaksinasi gratis. Menunjukkan semangat “kegotong-royongan mereka dalam membantu mempermudah akses terhadap vaksin Covid-19 gratis untuk rakyat. Bukan dengan memungut biaya.
Agung Prakoso dari Indonesia for Global Justice (IGJ) menjelaskan bahwa vaksinasi gotong royong yang sudah diamankan oleh pengusaha perlu diserap. 15 juta dosis vaksin Sinopharm yang digunakan program vaksin gotong royong akan terus datang, pengusaha yang sudah berkomitmen dalam mengamankan vaksin ini tidak boleh lepas tanggung jawab apalagi jika diserahkan kepada skema vaksin individu berbayar. Vaksin ini harus cepat diserap, apalagi di tengah krisis.
Ketua Umum YLBHI, Asfinawati, juga mengungkapkan mengenai tindakan represif aparat di saat PPKM (Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) darurat. Yang terjadi saat ini adalah penyekatan wilayah, pembatasan gerak warga dalam kerangka PPKM Darurat yang justru menyebabkan masyarakat bawah tidak bisa bekerja leluasa. Ini tidak seharusnya terjadi, jika Pemerintah melaksanakan UU Kekarantinaan Wilayah di mana di dalamnya menjamin pemenuhan hak dan kebutuhan dasar masyarakat. Masalahnya, penyekatan dan pembatasan wilayah yang terjadi saat ini merupakan bagian dari pelaksanaan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan, namun tidak ada jaminan pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti yang di amanahkan Undang-Undang tersebut.
Jika UU Kekarantinaan ini dilakukan, maka seharusnya pemerintah memenuhi kebutuhan dasar warga terdampak, sehingga warga bisa tenang diam di rumah tanpa khawatir akan kebutuhan sehari-harinya. Kalau sanksi kenapa memakai UU Kekarantinaan Kesehatan No. 6/2018, tapi kenapa mengenai pengetatan mobilitas tidak memakai UU Kekarantinaan Kesehatan 6/2018? Padahal jelas tertulis di dalam UU Kekarantinaan Kesehatan 6/2018 bahwa negara berkewajiban untuk memberikan kebutuhan dasar ketika karantina wilayah jelas Asfinawati, Direktur YLBHI.
Selain itu, Koalisi sangat mengapresiasi mengenai langkah yang diambil oleh Menko Maritim dan Investasi RI selaku koordinator dari PPKM Darurat untuk meminta maaf atas penanganan PPKM Darurat yang belum optimal. Namun, menurut Mirza Fahmi dari Lokataru Foundation, Seharusnya pemerintah meminta maaf sejak Maret 2020, karena saat bulan Januari-Februari mereka sudah bercanda dari awal. Yang terjadi saat ini adalah perpanjangan dari indikasi bercanda dari awal Menurut Mirza, pemerintah perlu berhenti denial dan memberikan klaim tidak realistis, misal herd immunity tercipta di bulan September padahal di daerah, akses vaksin sudah sulit. Ini diperlukan agar tidak terjadi gesekan di masyarakat.
Merespon pemberian jaringan pengaman sosial, Agus Sarwono dari Transparency International Indonesia menambahkan Bansos belum dicairkan hingga sekarang, masalah pendataan masih terjadi, padahal Kementerian Sosial mengklaim pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Jumlah anggaran ditambah terus, namun implementasi belum terlaksana sama sekali.
Karena itu, Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan memberikan rekomendasi:
- Mendesak Presiden dan Menteri Kesehatan untuk mencabut dan membatalkan PMK No. 19/2021 dalam lima hari ke depan.
- Meningkatkan pengetatan wilayah dengan menggunakan UU Kekarantinaan Kesehatan, dan memberikan jaminan kebutuhan dasar bagi masyarakat yang membutuhkan
- Meningkatkan tracing dan testing hingga tren angka rerata positif menurun secara signifikan agar kasus positif terdeteksi dan mendapatkan treatment yang memadai.
- Meningkatkan pelaksanaan vaksinasi secara massif yang mudah diakses dan didistribusikan ke seluruh masyarakat di tiap daerah, baik di Jawa, Bali, dan juga seluruh pulau dan provinsi terdampak serta daerah terpencil, terluar, terdalam.
Hormat kami,
Koalisi Warga Untuk Keadilan Akses Kesehatan
LaporCovid19, YLBHI, Lokataru, TII (Transparency International Indonesia), LBH Masyarakat, Indonesia for Global Justice (IGJ)*
*Anggota Koalisi yang hadir pada Konferensi Pers ini
Narahubung:
Windy – Relawan LaporCovid-19 (+62 852-3341-9947)
Persepsi dan Sikap Warga DKI Jakarta terhadap Vaksinasi COVID-19
Persepsi dan Sikap Warga DKI Jakarta
terhadap Vaksinasi COVID-19
LaporCovid-19 Dorong Jokowi Umumkan Status Genting, Ini Alasannya
NKRIKU.COM ? Inisiator LaporCovid-19 Ahmad Arif menilai seharusnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kalau kondisi negara tengah genting. Menurutnya pengakuan itu penting untuk membangun empati dan sense of emergency hingga ke level terbawah ataupun bantuan internasional jika memang diperlukan.
LaporCovid-19 Ungkap 451 Pasien Isoman Meninggal Dunia
Jakarta, Beritasatu.com?- Tim?LaporCovid-19?mencatat sebanyak 451?pasien Covid-19 meninggal dunia saat melakukan isolasi mandiri (isoman). Hal ini dikarenakan terlambatnya mendapatkan pertolongan dan tidak terpantau dengan baik oleh pemerintah. Inisiator sekaligus relawan data LaporCovid-19,?Ahmad Arif?mengungkapkan data ini didapat dari laporan warga melalui sistem pelaporan?online?serta pemberitaan media yang sudah terverifikasi.
Vaksin Gotong Royong Berbayar: Mengambil Untung di Tengah Pandemi
SIARAN PERS
Vaksin Gotong Royong Berbayar:
Mengambil Untung di Tengah Pandemi
11 Juli 2021, 18.00 WIB. Di tengah krisis pandemi, pemerintah dimandatkan konstitusi untuk memenuhi hak atas kesehatan setiap warga negara. Termasuk di antaranya untuk mendapatkan vaksin Covid-19 secara gratis. Kenyataannya, saat kasus melonjak tajam seperti sekarang, pemerintah justru mengeluarkan program vaksin gotong royong berbayar untuk individu/perorangan.
Pemerintah, melalui Menteri Kesehatan diam-diam justru mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 19 Tahun 20211 sebagai dasar hukum pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang tidak etis, yaitu vaksinasi berbayar untuk individu/perorangan. Praktik seperti ini jelas merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak kesehatan masyarakat yang dilindungi oleh Konstitusi. Hal ini juga jelas sebuah bentuk kebohongan dan inkonsistensi nyata dari janji Presiden Joko Widodo yang menyatakan pada Desember 2020 lalu bahwa Vaksin Covid-19 diberikan secara gratis untuk seluruh masyarakat.
Vaksinasi gotong royong berbayar ini memiliki tiga masalah utama. Pertama, melanggar semangat dan mandat konstitusi, Undang undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009, Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan No. 6 Tahun 2018, serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya yang menjamin hak atas kesehatan setiap warga negara. UUD RI 1945 Pasal 28H ayat (1) secara khusus menyebutkan: Setiap orang berhak sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan; dan Pasal 34 ayat (3): Negara bertanggung jawab
atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Kedua, memanipulasi terminologi herd immunity guna mengambil keuntungan. Sekali lagi, pemerintah menggunakan salah satu argumen untuk melakukan program vaksinasi adalah untuk mempercepat tercapainya kekebalan kelompok atau herd immunity. Ini harus diluruskan. Kekebalan kelompok bisa lebih cepat dicapai jika vaksinasi dilakukan sesuai dengan prioritas kerentanan, melalui tata laksana yang mudah, efikasi dan keamanan vaksin yang kuat, serta edukasi vaksinasi yang adekuat guna mengurangi vaccine hesitancy di masyarakat.
Di lapangan, meski upaya percepatan vaksinasi telah dilakukan di sejumlah wilayah, seperti di DKI Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, DI Yogyakarta, dan lainya, namun banyak wilayah di luar itu yang masih rendah cakupannya. Selain itu, kendala teknis pelaksanaan vaksinasi massal seperti penumpukan/antrian, tidak seharusnya dijadikan alasan untuk menjalankan vaksinasi berbayar. Pemerintah harus memperbaiki tata laksana ini, bukan menjadikan vaksinasi berbayar sebagai alibi solusi.
Alih-alih mengimplementasikan upaya percepatan dan perbaikan tata laksana vaksinasi, pemerintah justru kembali menggunakan alasan mempercepat herd immunity guna menarik keuntungan dari warganya. Artinya, vaksinasi gotong royong berbayar ini melengkapi cerminan bentuk kegagalan pemerintah dalam mengendalikan pandemi melalui program pandemi.
Ketiga, pemerintah kembali melakukan praktik permainan regulasi, sehingga regulasi terus berubah menjadi tidak konsisten. Ini terlihat dari perubahan demi perubahan pada peraturan tentang Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19. Permenkes No. 84 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 sebelumnya menjamin bahwa penerima vaksin Covid-19 tidak dipungut biaya/gratis. Kemudian, peraturan tersebut diubah ke Permenkes No. 10 Tahun 2021 di mana badan hukum/badan usaha dapat melaksanakan Vaksinasi Gotong Royong untuk individu/orang perorangan. Kemudian, aturan ini diubah menjadi Permenkes No. 19 Tahun 2021 dimana pasal 5 ayat 5, pelaksanaan vaksinasi. COVID-19 kepada individu/orang perorangan yang pendanaannya dibebankan kepada yang bersangkutan.
Selama ini pengadaan vaksinasi Covid-19 menggunakan skema pembelian oleh Pemerintah dan/atau mendapatkan donasi dari negara lain (CEPI/COVAX). Artinya, uang yang digunakan oleh Pemerintah untuk membeli vaksin ke Produsen merupakan uang rakyat. Di tengah lambatnya pelaksanaan dan keterbatasan ketersediaan vaksin, seharusnya pemerintah memaksimalkan akses dan kemudahan dalam pelaksanaan vaksinasi program.
Vaksinasi Gotong Royong berbayar ini bukan hanya merupakan cermin kegagalan pemerintah dalam menjalankan mandatnya melakukan vaksinasi Covid-19, namun juga menegaskan bahwa pemerintah tidak etis karena membisniskan vaksin Covid-19 yang merupakan public good untuk perlindungan kesehatan warganya.
Karenanya, kami Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan mendesak pemerintah untuk mencabut program vaksinasi gotong royong berbayar.
Hormat kami,
Koalisi Warga Untuk Keadilan Akses Kesehatan
LaporCovid19, YLBHI, ICW, Lokataru, PSHK, TII, Pusat Studi Hukum HAM (HRLS) FH UNAIR, KontraS, Lokataru, Indonesia Global Justice (IGJ), Jala PRT, RUJAK, Covid Survivor Indonesia (CSI), WALHI, Yayasan Perlindungan Insani Indonesia, KawalCOVID-19, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), LBH Masyarakat, dan LP3ES.
Narahubung :
Firdaus Ferdiansyah (+62-878-3882-2426)
Amanda Tan (+62-858-6604-4058)
#VaccineEquity #Vaksinuntuksemua #VaksinCovHarusGratis