JURNALISME WARGA
Data Penerima BLT Bermasalah, Ibu Siti Tidak Terima Subsidi Gaji maupun Bansos Lainnya
Oleh Ulfatur Rosyidah
Surabaya, Kemitraan. Ibu Muji, seorang korban Covid-19 meninggal dunia setelah menjalani proses persalinan di rumah sakit pada bulan Juli 2021. Menurut Ibu Fajri, salah satu tetangga bu Muji; ibu empat orang anak yang berprofesi sebagai karyawan/tukang pijat di sebuah spa ini divonis covid ketika menjelang proses persalinan.
JAKARTA, KEMITRAAN
KEMITRAAN, KENDARI – Sebanyak 174 anggota Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Sulawesi Tenggara (Sultra) bekerja tanpa honor selama tiga bulan sejak September 2021 hingga Desember tahun lalu. Padahal, Pandemi Covid-19 belum berakhir. Akibatnya, mereka bekerja menggunakan uang pribadi.
Hingga Januari 2022, nasib 174 anggota Satgas Covid-19 belum jelas. Pasalnya, honor mereka tidak dibayar lantaran bekerja tanpa surat keputusan (SK). SK Gubernur Sultra sendiri sudah berakhir sejak September 2021.
Salah satu anggota Satgas Covid-19 yang enggan disebutkan namanya mengaku, surat keputusan (SK) Gubernur Sultra berakhir sejak September 2021. Sejak saat itu, mereka bekerja memakai dana pribadi.
“Misalnya, mengeprint surat, membuat laporan harian Covid-19 itu pakai dana pribadi. Pakai wifi dari HP karena jaringan interner di posko sudah diputus,” katanya, di Kota Kendari, pada Kamis (6/1/2022).
Aktivitas di Posko Satgas Covid-19 Sultra yang berada di Jl Jenderal Ahmad Yani, Kelurahan Pondambea, Kecamatan Kadia, Kota Kendari itu juga sepi. “Jumlah kami 174, tapi yang datang ke posko itu tidak sampai 10 orang. Saya juga saat datang, bingung apa yang saya akan lakukan,” ucapnya.
Tiga unit mesin cetak di posko juga rusak lantaran sangat jarang digunakan. Akibat tak ada anggaran, petugas terpaksa mengeluarkan uang pribadi untuk memperbaiki mesin tersebut. “Jadi, kami bekerja ini hanya karena panggilan kemanusiaan, padamu negeri lah begitu bahasanya. Uang makan pun tidak ada,” jelasnya.
Kondisi tersebut bukan kali ini saja. Mereka pernah menyegel posko, Kamis (7/10/2021), siang lantaran honor pegawai belum dibayarkan selama 6 bulan atau sejak 13 April 2021.
Salah seorang pegawai yang enggan disebutkan namanya mengaku, penyegelan ini inisiatif pegawai sendiri. Selama ini, mereka mendapatkan honor mulai Rp 150 ribu hingga Rp 250 ribu per hari per orang. Namun, honor itu belum mereka terima selama 6 bulan terakhir.
“Kami sudah bosan dijanji. Padahal, semua persyaratan pencairan sudah kami lengkapi. Lantas apa alasannya belum cair?” katanya, saat ditemui di Posko Satgas Covid-19 Sultra. Mereka yang belum menerima honor, antara lain, tenaga kesehatan, Satpol PP, penjaga sekretariat, bagian logistik, dan bidang lainnya.
“Ada yang kerja dari pagi sampai pagi, 24 jam. Ada juga yang pulang subuh. Kami masih terus saja bertugas tapi pimpinan tidak peduli dengan hak kami,” imbuhnya.
Mereka pun memutuskan mogok kerja dan tidak melayani terkait masalah Covid-19 di posko tersebut hingga Senin (11/10/2021). Tak hanya itu, kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD Sultra juga ikut disegel mahasiswa, Rabu (13/10/2021).
Mereka sudah beberapa kali melancarkan protes. Namun, mereka belum mendapat penjelasan. Bahkan, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD tak menggubris keluhan mereka. “Kami satu grup dengan Kepala BPBD. Di situ ada semua petinggi, cuma gubernur yang tidak ada. Tapi, hanya dibaca-baca saja (protes) kami,” tandasnya.
Ketua Satgas Covid-19 Sultra Nur Endang Abbas menyayangkan penyegelan yang dilakukan aparatur sipil negara itu. “Itu kan kerja tambahan. Mestinya, mereka konsultasi dulu sama saya ketua satgas Covid-19,” kata Nur Endang Abbas saat saat itu.
Endang yang juga Sekretaris Daerah Sultra juga mengaku, tak mengetahui penyebab penyegelan itu. Saat itu, dirinya sudah dua pekan di Papua menyaksikan kontingen Sultra berlaga di PON XX. “Nanti kami yang selesaikan. Bukan uangnya tidak ada, melainkan soal adminitrasi saja,” ungkapnya.
Dirinya pun bakal memanggil Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD Sultra Muhammad Yusuf untuk menyelesaikan masalah itu. “Honor mereka hanya sampai September 2021 saja. Tapi saya juga tidak bisa menduga-duga.Nanti kami kroscek di pelaksananya (BPBD). Saya akan komunikasikan,” tandasnya.
Setelah penyegelan dan aksi mogok itu, honor Satgas Covid-19 akhirnya dibayarkan dalam dua gelombang pada Oktober 2021. Namun, setelah itu, mereka kembali belum menerima honor.
Ketika 174 anggota Satgas Covid-19 Sultra bekerja tanpa honor, Polda Sultra tengah menyelidiki dugaan korupsi honor pegawai Satgas Covid-19 dengan melibatkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan atau BPKP dan Inspektorat setempat.
Satgas Covid-19 Pusat lantas turun tangan dengan meminta Polda Sultra untuk mengusut kasus ini. Sebanyak 11 orang telah diperiksa termasuk kepala BPBD Sultra Muhammad Yusuf, bendahara, 3 panitia pelaksana teknis kegiatan (PPTK), 2 orang dari rumah makan, dan 4 anggota Satgas Covid-19 Sultra.
Penyidik juga masih bekerja mengumpulkan bukti untuk membuat terang kasus ini. Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat atau Kasubbid Penmas Polda Sultra AKBP Dolfi Kumaseh mengatakan, penyidik tengah merencanakan untuk melakukan gelar perkara internal.
“Kalau dinilai cukup, maka akan dianalisa, apakah ini diproses lebih lanjut, kalau memang bisa, mungkin akan mengajukan audit BPKP,” kata Dolfi Kumaseh, akhir 2021.
Seperti kita ketahui pada awal tahun 2020, COVID-19 menjadi masalah kesehatan dunia. Kasus ini diawali dengan informasi dari Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) pada tanggal 31 Desember 2019 yang menyebutkan adanya kasus kluster pneumonia dengan etiologi yang tidak jelas di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Kasus ini terus berkembang hingga adanya laporan kematian dan terjadi importasi di luar China. Pada tanggal 30 Januari 2020, WHO menetapkan COVID-19 sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)/ Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia (KKMMD). Pada tanggal 12 Februari 2020, WHO resmi menetapkan penyakit novel coronavirus pada manusia ini dengan sebutan Coronavirus Disease (COVID19).
Pada tanggal 2 Maret 2020 Indonesia telah melaporkan 2 kasus konfirmasi COVID-19. Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO sudah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi. Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan, melainkan juga pada kondisi sosial dan ekonomi. Dalam jangka pendek, dampaknya pada kesehatan ditunjukkan dengan angka kematian korban di Indonesia yang mencapai 8,9 persen. Pada ekonomi, pandemi ini menyebabkan anjloknya aktivitas perekonomian domestik, yang tidak menutup kemungkinan akan menurunkan kesejahteraan
masyarakat. Dalam jangka menengah, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan hanya pada kisaran -0,4 persen hingga 2,3 persen
Kepala advokasi lembaga pemantau, LaporCovid-19, Agus Sarwono mengatakan, banyaknya vaksin yang kadaluwarsa menunjukkan manajemen pengelolaan yang buruk, terutama dalam sektor distribusi, yang bahkan berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Perjalanan dua tahun pandemi di Indonesia telah mengisahkan banyak cerita duka yang dialami oleh masyarakat. Ratusan ribu di antara kita ditinggalkan oleh orang terkasih. Kebanyakan di antara kita bertahan di tengah kondisi sulit secara ekonomi, sosial, apalagi ancaman Covid-19. Hanya pemerintah yang memiliki otoritas untuk hadir, membantu dan melindungi masyarakat dalam situasi krisis. Namun kenyataannya justru berbeda.
Selama badai pandemi Covid-19, LaporCovid-19 bersama dengan ICW, YLBHI, LBH Jakarta, Lokataru dan Transparency International Indonesia (TII), dan banyak sekali lembaga yang aktif dalam Koalisi untuk Akses Keadilan Kesehatan hadir untuk menampung, meneruskan, mengadvokasikan keluhan dan ketidakadilan yang dialami banyak warga. Kisah-kisah tersebut termasuk di antaranya tentang sulitnya mencari rumah sakit, pembebanan biaya RS, bantuan sosial yang dikorupsi, kriminalisasi aktivis pembela HAM dan berbagai persoalan lainnya.
Acara ini mengajak penonton untuk mengunjungi miniatur suasana bed Rumah Sakit satu tahun lalu, membaca suara rakyat yang dilayangkan melalui kanal chatbot warga LaporCovid-19, membayangkan perihnya dana bansos yang justru dikorupsi Menteri, melihat jejak kuatnya suara pengusaha, dan mengenang para tenaga kesehatan yang mempertaruhkan nyawanya demi kehidupan orang lain.
.
.
Selengkapnya dalam dokumen berikut ini…
Sebuah kapal dinahkodai oleh sekelompok orang dengan keresahan, keraguan dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Kala itu tepatnya Maret 2020 kapal bernama Laporcovid-19 memulai ekspedisinya. Kapal ini memiliki tujuan berbagi informasi mengenai kejadian terkait COVID-19 yang ditemukan oleh warga namun tidak dijangkau oleh pemerintah. Informasi yang dibagikan diperoleh dari pendekatan crowdsourcing yang melibatkan partisipasi warga untuk turut terlibat dalam pencatatan angka COVID-19 dan pelaporan isu seputar COVID-19 di sekitarnya, menjadi jembatan pencatatan angka kejadian COVID-19 di tanah air. Tentunya ini membantu pemerintah merumuskan kebijakan dan langkah penanganan COVID-19 yang berdasarkan data di lapangan. Sungguh ekspedisi yang humanis dan menyenangkan.
Salah satu nahkoda bernama Irma Hidayana, perempuan hebat seorang konsultan kesehatan independen masyarakat. Berkat keberaniannya, kapal ini berlayar berkoalisi dengan banyak awak. Ia merangkul tak hanya awak yang fokus dengan kesehatan masyarakat. Ia merangkul mereka yang fokus dengan jurnalisme, hukum, transparansi data public, tenaga medis, musisi, pengawas kebijakan dan keuangan hingga mereka yang fokus di perteknologian. Hingga akhirnya awak ini melibatkan banyak anak muda inklusif. Semuanya tidaklah mudah, melakukan ekspedisi dengan orang baru. Namun para nahkoda dan awak ini membawa kami, anak muda ini berproses secara setara dan humanis. Tidak ada senioritas, tidak ada diskriminasi segalanya berjalan sebagai proses belajar bersama.
Saya, Rivani seorang mahasiswa bergabung dalam ekspedisi kemanusian ini. Melihat kala itu laut begitu sunyi dan semuanya seolah berhenti. Tak satupun kapal berlayar, ombak hanya sesekali menyapa pantai dan matahari pun seolah manyun. Menjalani dua bulan dengan hari yang sama akhirnya saya ditawari tiket gratis berlayar bersama kapal Laporcovid-19. Seorang musisi kesayangan, Danang mengajak saya untuk bergabung. Mungkin di hari pertama berlayar sangat membingungkan, menjadi relawan lapor data dan advokasi di Laporcovid-19. Semuanya bukan hal praktis, tapi segalanya tentang proses. Tak ada istilah paling hebat dan paling bodoh. Di kapal ini semua belajar dan saling mengajarkan. Perjumpaan di kapal ini terus berlanjut dengan tidak hanya berulang menginput data. Banyak sekali pengetahuan baru yang didapatkan dengan bonus berjumpa dengan orang baru.
Cerita berbeda datang dari penumpang kapal lainnya. Kita mulai dari seorang bernama Yemiko. Seorang gembala yang akan berdiri melayani jemaat dengan antusiasmenya bergabung. Dengan bekal keahliannya dalam meriset, ia bergabung di divisi laporan warga. Ia menyebutkan ini merupakan perjumpaan yang menyenangkan. Tidak hanya bicara tentang apa yang bisa dilakukan tapi kebersamaan belajar dalam kesetaraan mengakses banyak hal dan terpenting menjalin kehangatan bersama.
Seorang penumpang kapal ini mengaku keluarganya menjadi korban dari narasi pemerintah yang kacau. Juga ketidaktahuannya mengenai virus covid-19 mengetuk pintu hatinya untuk harus ikut berkontribusi berlayar bersama. Ia menuturkan kala itu tidak banyak organisasi yang membuka kesempatan untuk saling berbagi informasi dan kesempatan menjadi relawan. Ia adalah Amanda Tan lulusan luar negeri. Ia menetapkan navigasi untuk belajar bagaimana mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan HAM. Ia merasa ekspedisi ini terasa ringan karena dukungan relawan laporcovid yang luar biasa. Ia menambahkan ekspedisi ini merupakan organisasi terbuka untuk mengundang banyak orang untuk berlayar bersama dengan pandangan-pandangan baru. Ia sangat terkesan dengan laporcovid yang terus berjejaring dengan orang dan lembaga yang willingnya untuk memperkuat advokasi kapal ini. Juga dengan kehangatan dan keramahan di kapal ini membuatnya masih bertahan hingga sekarang.
Ekspedisi tidak hanya dijalankan oleh mereka tadi. Seorang peneliti di sebuah media menangkap ajakan sang seniornya. Di akhir April 2020 ia resmi ikut berlayar. Ia menyebutkan bergabungnya ia adalah karena isu pandemi akan menjadi salah satu bagian besar sejarah manusia di abad ke 20 dan 21. Oleh karena itu ini adalah momen yang tepat untuk kita memberikan manfaat untuk masyarakat. Ia juga menyebutkan ekspedisi Laporcovid akan membesar nantinya karena dedikasi kita untuk ekspedisi ini benar-benar ikhlas. Kemudian dibangun oleh orang yang sudah mumpuni dalam bidangnya dan sudah memiliki modal pengetahuan yang sangat banyak namun mereka mau doing something untuk masyarakat. Secara singkatnya ini memiliki positioning dan sevisi dengannya. Begitu seorang Yosep mendefinisikan ekspedisinya di kapal ini.
Menurutnya hal paling menyenangkan di Laporcovid adalah keinginan dari Laporcovid yang mau berkembang dan berproses. Artinya memang diawal kita reaktif dikarenakan isunya sangat cepat dan dibutuhkan segera. Tapi kita selalu menghargai proses, seperti divisi laporan warga yang dulunya hanya dipegang sedikit orang dan belum terspesifikasi sekarang terjadi perubahan yang signifikan dengan banyak personil dan perkembangan hingga kita sudah tahap penindaklanjutan laporan. Hal terpenting di kapal ini adalah keterbukaan untuk berdiskusi, tidak ada gap usia dan kasta sehingga tidak ada batasan untuk belajar. Itu sangat cukup untuk bertahan disini.
Cerita terakhir datang dari Hana. Hana mengaku bergabung dalam ekspedisi ini kala itu bertukar informasi melalui instagram Laporcovid19. Ia memberikan spreadsheet mengenai nomor telepon rumah sakit, kemudian ditawarkan untuk menjadi penumpang di ekspedisi ini. Selain baru lulus, belum mendapatkan pekerjaan dan ingin berkontribusi mengenai Covid karena resah, ia memutuskan untuk bergabung divisi laporan warga. Ia menuturkan awalnya bingung dengan ekspedisi ini, mulai dari menerima laporan, menghubungi pelapor dan menindaklanjuti laporan tersebut. Ia juga merasa sangat kesulitan kala kasus covid di bulan Juli-Juni. Hal ini dikarenakan laporan yang datang bertubi-tubi. Seiring berjalan waktu itu tidak menjadi masalah, mulai terselesaikan. Dengan belajar bersama, rajin bertanya jika kesulitan dan saling berbagi sesama relawan yang lain. Singkatnya ekspedisi ini menjadi keluarga baru baginya.
Hari ini saya menyadari ekspedisi tanpa tepi ini memberikan banyak hal. Tidak hanya mengenai bertemu orang baru, namun mengajarkan yang sebelumnya saya anggap tidak penting. Mulai dari belajar membuat konten bersama laporan warga hingga memahami data yang kadang baru saya kenal. Hampir sama dengan mereka, saya menemukan keluarga baru yang setara dan inklusif. Terimakasih Laporcovid, kalian luar biasa mari kita selalu belajar.
Berdasarkan data Lapor Covid-19, jumlah tenaga kesehatan di Indonesia yang meninggal akibat virus corona mencapai 2.087 orang hingga 21 April 2022 pukul 09.36 WIB. Dari jumlah tersebut, sebanyak 751 orang atau 35,98% berprofesi sebagai dokter.